Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com
Takbir Keliling dengan Kawan-Kawan, Momen Indah Masa Kecil yang Tak Bisa Terulang
Malam menjelang perayaan hari raya Idul Fitri, rumah-rumah penduduk terasa lebih hangat.
Sejak sore ibu sudah mulai sibuk di dapur, sementara bapak-bapak berkumpul di masjid membantu penghitungan zakat fitrah sembari sesekali mengumandangkan takbir.
Malam lebaran tahun 90an, sehabis berbuka puasa saya sibuk menata diri. Memakai setelan muslim, merapikan jilbab, mengambil obor yang sudah Bapak buat sedari siang lalu berjalan menuju lapangan di dekat sekolah.
Dari jauh, terlihat lapangan terang oleh lautan obor sehingga menampakkan keriuhan ratusan anak berbaris rapi dengan mengenakan setelan busana muslim.
Di barisan paling depan terdapat gerobak yang mengangkut bedug serta mobil pickup lengkap dengan sound system-nya.
Saya cepat-cepat menuju ke kerumunan, memotong salah satu barisan dan mulai menyapa kawan-kawan lalu menyalakan obor dengan cara menempelkannya ke obor lain.
Salah satu hal yang paling ditunggu ketika masih kecil adalah malam takbir keliling.
Ada perasaan campur aduk yang tak bisa digambarkan ketika mengikuti takbir keliling.
Perasaan lega setelah menyelesaikan puasa ramadan, perasaan senang karena besok sudah bisa makan ketupat opor dan memakai baju baru, perasaan excited mendengar suara bedug sembari berjalan dengan meneriakkan takbir bersama kawan-kawan.
Takbir keliling di desa saya adalah gabungan dari berbagai kelurahan sehingga pengikutnya banyak disertai rute yang lumayan panjang.