Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed
Mudik di atas KM Kambuna Masih Mempesona Hingga Kini
Peristiwanya sangat lama , 25 tahun lalu tepatnya saat Mudik 1994 dari Jakarta - Medan terus ke Aceh. Meskipun jauh saat itu lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Masih terekam dalam ingatan bagaimana berhimpitan saat akan naik atau turun Kapal. Kalau tidak salah saya "KM. Kambuna" nama kapalnya.
Dukanya sedikit saja. Namanya kapal penumpang dijejali entahdua ribuan penumpang sudah pasti aroma aneh-aneh menyengat dalam bilik kapal. Suasana mirip tempat pengungsian. Mau ke kamar mandi harus antri. Sampai ke kamar mandi jangan tanya apa yang terjadi di dalamnya bikin berkunang-kunang saja rasanya.
Pada saat itu sesuai dengan kemampuan cuma bisa beli tiket kelas Ekonomi, satu dipan tidur rame-rame. Entah kelas Ekonomi apa namnaya saya lupa.
Setiap orang sebelah saya punya cara sendiri menghibur dirinya di kelas ini. Ada yang bawa tape compo mendengarkan musik mereka sukai dengan suara lumayan keras. Ada yang menghidupkan Hape memutar lagunya dari suara load speaker yang agak cempreng pada saat itu karena pada umumnya hape masih belum modern sehingga suara musik pun ya seadanya.
Beberapa meter di luar kabin sekelompok anak muda bermain gitar juga menyanyikan lagu kesukaannya.
Di depan kantin yang melayani tamu tidak habis-habisnya haus dan lapar juga memutar lagu tak kalah keras, entah untuk menghibur penjaga kantinnya sendiri atau untuk menghibur tamunya tak tahulah, suara itu bercampur baur hingga samar-samar masuk ke dalam kabin kapal terutama yang dekat dekan kantin itu.
Ketika pulang tahun berikutnya (bukan pulang mudik lebaran) penulis berusaha memesan kelas yang ada kamarnya (4 orang dalam 1 kamar) juga tidak mengubah keadaan. Selain suasana disebut di atas masih masuk ke dalam kabin juga timbul masalah lain yaitu penumpang yang pertama duluan masuk kamar seenaknya mengambil tempat di kasur bagian bawah padahal seharusnya (menurut nomor) ia di atas. Kita yang melihat begitu banyak barang bawaan dan peralatannya telah digelar di atas sprei kasur jadi tak tega meminta ia pergi. Matanya memelas please deh bapak saja yang naik ke atas bisa terbaca oleh kita.
Selain duka ada juga sukanya. Antara lain adalah berusaha menikmati suasana puasa dengan cara tersendiri. Perjalanan dari Tanjung Priok - Belawan pada saat itu kalau tidak salah 2 hari 2 malam langusng, tidak ada singgah di pelabuhan Kepri seperti saat ini.
Perjalanan selama hampir 5 hari itu tentu sangat melelahkan maka saya berusaha menghabiskan waktu dengan cara sendiri yaitu lebih banyak menghabiskan waktu di mushola kapal, lupa namanya.
Begitu juga ketika akan berbuka puasa penulis ke Mushola kapal. Di sana terlihat beberapa orang sedang mengaduk teh dan roti atau krekes seadanya yang disediakan oleh beberapa penumpang yang ingin beramal. Segelas air mineral dalam gelas (cup), teh manis hangat dalam cup bekas dipakai air minum dan crekers seadanya sudah bisa berbuka puasa dilanjutkan shalat maghrib berjamaah.
Ketika Isya tiba dilanjutkan dengan shalat tarawih. Setelah itu penulis coba menikmati suasan kapal yang mulai lengang akibat "penghuni sesaatnya" sudah mulai beristirahat dan mungkin tertidur. Ada juga yang menikmati film di kamar theater yang tersedia.