Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."
Ronda dan Gedor Rumah Warga, Tanggung Jawab Sekaligus Hiburan Ramadan
Sudah empat tahun terakhir ronda malam digiatkan di kompleks perumahan kami tinggal. Awalnya saya kebagian malam Jumat. Namun, setahun belakangan diubah ke malam Kamis. Ada sekitar enam sampai tujuh orang yang berjaga tiap malam.
Di antara grup lain, grup kami terbilang paling kompak. Supaya tiap jaga itu ada aktivitas, kami sepakat selalu makan malam. Ada salah seorang di antara kami yang jago masak.
Kami bantingan saban kebagian jaga. Menunya macam-macam. Dari yang lazim sampai tak lazim.
Dari ayam goreng, ayam bakar, ikan bakar, ikan goreng, bebek basor rica-rica, mentok rica-rica, sampai dengan daging biawak. Mantap, bukan?
Biasanya kami berjaga sampai dini hari. Sebagian karena datang larut, berjaga sampai subuh. Intinya semua memberikan kontribusi supaya lingkungan aman tenteram.
Hal yang kami cek kalau sedang ronda tentu keamanan rumah warga. Kadang pintu kami dorong supaya tahu apakah si empunya rumah mengunci dengan baik atau tidak. Kadang juga terpaksa membangunkan penghuni karena sepeda motornya masih ditaruh di teras.
Jika memasuki Ramadan, kami makin giat. Apalagi nyaris semua tarawih. Tentu kalau tidak dijaga, khawatir ada pencurian di rumah warga.
Maka itu, penjagaan saat Ramadan dimulai kala Ramadan. Yang ronda terpaksa tarawih belakangan.
Supaya memberikan semangat, tiap kepala keluarga tiap malam memberikan uang alakadarnya. Ada yang seribu, ada yang dua ribu, ada juga yang lima ribu rupiah. Uang diletakkan di tempat tersembunyi di tiap rumah yang diketahui petugas yang ambil tiap malam.
Duit yang terkumpul buat operasional malam itu. Grup kami, sebuntu-buntunya ya mi instan, hahaha.
Yang seru kalau sudah mendekati jam tiga dini hari. Tugas kami salah satunya membangunkan sahur. Seorang di antara kami biasanya menghidupkan speaker masjid dan bersuara keras-keras supaya orang bangun.
Namun, khusus saya, biasanya keliling ke rumah-rumah. Saya upayakan mengetuk dan menggedor pintu rumah.
Kalau rumah tak berpagar, enak membangunkannya. Sebab, pintu rumah bisa diketuk.
Kalau belum ada jawaban dari dalam, kami belum beranjak. Istilah kami, pantang pergi sebelum pemilik rumah bangun.
Kadang, supaya lucu saya mengajukan pertanyaan layaknya jurnalis.
"Bangun, bangun, Mas, Mbak, sahuurrr." Sembari teriak itu saya gedor pintu rumah.
Saya akan pergi jika ada suara dari dalam.
Kadang yang di dalam juga menanggapi sehingga malah jadi bahan tertawaan.
"Bangun, Mas. Woiii bangun woi, sahuurrr."
"Ya ini udah bangun. Kenceng banget banguninnya."
"Masak apa, Mas, enak kayaknya, wangi bener bau semur ayamnya."
"Iya nih, mau ya. Nantilah kami kirim ke pos ronda. Sama nasi enggak."
"Sekalian nitip buat lebaran juga mas. Kayaknya enak bener ini chef di dapurnya."
Kalau sudah begitu, suasana jadi ramai dan kami tertawa bersama. Alhamdulillah tugas membangunkan orang sahur berjalan dengan baik.
Kadang ada juga sambil bercanda bilang kalau sudah bangun dari tadi.
"Telat, Mas. Kami udah bangun dari tadi." Hahahaha.
Supaya suasana agak riuh, salah seorang dari kami biasa bawa speaker mini yang suaranya lumayan nyaring. Biasanya kami setel lagu kasidah yang mungkin hanya generasi X dan Y yang paham.
Kalau suasana sudah meriah sejak dini hari, walhasil kami yakin semua warga sudah bangun dan siap-siap sahur.
Buat kami, itulah hiburan yang menyenangkan saat sahur. Mengerjakan ini ibarat merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Tanggung jawab jaga malam, membangunkan orang sahur, sekalian jadi bahan bercanda supaya rileks menjalani ibadah. Sahur, sahur, sahur! [Adian Saputra]