Agung Han
Agung Han Wiraswasta

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pola Konsumtif Bukan Kebiasaan Orang Beriman

9 April 2022   15:18 Diperbarui: 9 April 2022   21:25 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola Konsumtif Bukan Kebiasaan Orang Beriman
Illustrasi - dokpri

Sungguh, Ramadan bulan penuh kemulian. Sudah semestinya, orang beriman berbahagia dalam naungan bulan mulia. Masih terekam di benak, tausiyah KH. Budi Ashari menyoal ciri orang mulia. Yaitu mereka yang berbahagia, menyambut datangnya Ramadan mulia.

Dalam hal ini, dibutuhkan jawaban yang sangat jujur dari hati. Bagaimana sikap kita, menghadapi Ramadan tiba.  Naudibillah, kalau biasa-biasa saja. Senyampang nyawa dikandung badan, mari segera bergerak dan berbenah. Merapatkan barisan ke orang-orang soleh solihah, agar di akhir hidup berada di golongan orang-orang beruntung-- amin

Baca : Kompasianers Seberapa Ramadankah Kalian ?

Kompasianer, bagaimana Ramadan kalian sejauh ini?

Kemungkinan, ada diantara kita mulai memenuhi undangan buka puasa. Atau merencakan hangout satu gengs, janjian ngabuburit lanjut berkegiatan bersama. Atau ada memikirkan menu berbuka dan sahur, selain dikonsumsi sendiri ada ide dibisniskan. Apapun, semoga Ramadan menjadi jalan menuju kebaikan.

Dan ternyata soal pola konsumsi, bisa menjadi (salah satu) tolak ukur iman seseorang. Saya mendapatkan ilmunya, dari kajian bersama Ustad Fitrian Kadir Lc. Menyimak dan meresapi materi ini, saya merasakan universalitas islam tercermin. Bahkan Islam, sampai mengatur soal pola konsumsi makanan.

Iya, bener soal makan.

Kegiatan tiga kali sekali, yang tidak pernah bosan dilakukan dari lahir sampai sekarang--- Maha sempurna Alloh dengan segala penciptaan kehidupan yang dasyat ini. Konon dari perkara konsumsi (makan), kalau dirunut terkait dengan carut marut keluarga dan lebih besar lagi (carut marut) bangsa.

Misalnya soal minyak goreng langka, yang ketika barang muncul mendadak harganya selangit. Semua itu (kalau diperhatikan) tidak lepas, dari soal perut atau pola konsumsi masa kini.

Cara efektif membenahi hal ini, adalah dimulai dari unit terkecil (individu) dipraktekkan ke komunitas terkecil yaitu keluarga. Butuh effort tidak sebentar dan berkesinambungan, tetapi kalau tidak dimulai tidak bakal terjadi perubahan.

Menariknya orang beriman, ketika Alloh SWT membicarakan konsumsi (output), langsung paham soal produksi (input). Konsumsi yang diridhoi adalah yang halal, maka otomatis terhubung dengan pemasukan yang halal juga. Konon sedekah, kalau dari harta haram Alloh tidak menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun