Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com
Menggenggam Arti Syukur dengan Berdamai
----
"Nggak adil, aku nggak diajak ke Borobudur" protes saya suatu hari.
Saya masih ingat, rasa kecewa ketika duduk di bangku Sekolah Dasar. Gara-gara tidak diajak tamasya, ke candi yang terkenal di Jawa Tengah. Candi yang menjadi salah satu wishlist, ketika itu termasuk satu dari tujuh keajaiban dunia.
Ada kekecewaan lain, saya alami dengan level ecek-ecek. Sepulang dari berjualan di pasar, nenek membelikan jajan untuk cucu lain sementara saya tidak. Saya juga pernah kesal dan kecewa, lantaran baju lebaran pilihan tidak dibelikan. Ibu justru membelikan baju batik, persis yang dipakai anak tetangga.
Setelah dewasa, mengingat sketsa kejadian masa lalu, selalu menerbitkan senyum dan haru. Saya dibukakan alasan, dibalik kejadian tidak mengenakkan kala itu.
Soal tidak diajak ke Borobudur, ayah yang guru mendapat jatah mengajak hanya satu anak saja. Kakak ketika itu SMP, lebih memungkinkan diajak dibandingkan saya. Soal baju batik lebaran, uang ibu cukupnya hanya untuk baju itu -- karena ada diskon. Soal baju kembaran, anak tetangga dibelikan pamannya yang bekerja di Surabaya. Kesamaan baju, sama sekali tidak disengaja di luar perkiraan ibu.
Setelah hati ini berdamai dengan itu semua, saya tidak sama sekali pernah mempermasalahkan itu. Sikap berdamai, menuntun saya untuk melepaskan perasaan yang memberatkan hati. Berdamai, membuat saya berlapang dada, melunturkan sakit hati yang terpendam.
Menyimpan rapat perasaan tidak terima, merasa dirugikan, merasa dikucilkan, atau sejenisnya. Kemudian ada niat, ingin membalas dendam atas itu semua. Sesungguhnya, bisa menjadi bibit penyakit hati. Yang kalau ditunaikan, akan merugikan diri sendiri.
Padahal, tidak ada satupun kejadian di dunia ini, yang terjadi tanpa ijin Sang Khaliq. Bahwa kekecewaan- kekecewaanpun, terjadi tidak tiba-tiba dan begitu saja. Ada takdir Alloh SWT dibalik itu semua, terjadi demi kebaikan hamba-NYA.
Dengan mengubah mindset seperti demikian, maka segala kepahitan sontak luntur dan lepas dari benak. Ganjalan-ganjalan yang selama ini disimpan, mendadak hilang. Dan endingnya, adalah rasa syukur bisa melewati proses yang pelik tersebut.