Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com
Menggenggam Arti Syukur dengan Berdamai
Rasa syukur akan semakin bertambah, ketika masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri.
Mengenggam Arti Syukur dengan Berdamai
Pengalaman hidup yang tidak sebentar, telah membentuk sikap dan pendirian saya sekarang. Sikap yang terbentuk, buah dari rentetan kekecewaan pun kebahagiaan. Sikap yang terbangun, dari jatuh bangun mengeja setiap keadaan.
Di masa-masa sekarang ini, saya melihat bahagia dan kecewa adalah hal lyang sangat umrah. Bahwa senang dan sedih adalah hal yang wajar sewajar-wajarnya, karena setiap manusia bakal mengalami itu semua.
Artinya, saya tidak mudah tersulut emosi. Ketika orang atau pihak lain, membuat saya berada di posisi yang dirugikan. Sebagai manusia biasa, merasa sedih pasti, dihinggapi kecewa iya, protes tentu saja akan disampaikan. Tetapi seperlunya saja, tidak dibesar-besarkan apalagi berlarut- larut.
Pun sebaliknya, ketika perasaan gembira sedang berpihak. Saya meluapkan secukupnya saja, tak terlalu show off kepada orang lain.
Karena sudah menjadi sunatullah, bahagia dan sedih, lapang dan sempit, sehat dan sakit, adalah keadaan yang dipergilirkan. Setiap orang akan melewati fase, mengalami dan menjalani segala cuaca kehidupan.
Justru saya terpacu, untuk terus belajar bersyukur. Masih diberi kesempatan, memperbaiki diri atas kesalahan pernah dilakukan. Mengisi hari demi hari di sisa usia, dengan sebaik-baik perbuatan.
Kompasianer's, menurut saya, arti syukur akan digapai oleh orang yang bisa berdamai dengan kehidupan. Orang yang memandang, semua keadaan itu hakekatnya sama. Bahwa satu keadaan, akan dipergilirkan dengan keadaan yang lain.
Demikianlah, yang akan terjadi di sepanjang kehidupan seorang manusia. Sampai tiba masanya, manusia di ujung usia. -- semoga bermanfaat.