Hablum Minannas: Kunci Humanisme Berawal di Pikiran Berakhir dalam Tindakan
Ayat ini bisa dijadikan pegangan setiap Muslim sebagai tanggung jawab sosialnya (hablum minannas). Untuk menghindari konflik, dibutuhkan upaya menjaga keselarasan. Bertoleransi. Mau menerima perbedaan. Mengurangi ego. Karena semakin banyak populasi, potensi gesekan juga makin besar. Kepentingan semakin beragam.
Bagaimana agar manusia bisa berinteraksi, dilandasi toleransi? Harus ada kesepakatan universal yang bisa dipahami oleh semua manusia. Sebagai software. Dalam hal ini mengubah konsep pemikiran. Karena persoalan utama, ada di pikiran.
Pertama; pemahaman bahwa manusia punya derajat sama di hadapan Tuhan. Status sosial manusia berbeda. Namun, hakekatnya sama. Perbedaan itu muncul karena adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat.
Label ini hanya tampak luar. Misal, perlakuan terhadap orang miskin berbeda jika dibandingkan terhadap orang kaya. Padahal orang kaya, sangat tergantung dari keberadaan status ekonomi di bawahnya. Tenaga orang miskinlah yang terkadang membantu eksistensi orang kaya.
Perlakuan semacam ini harus diubah. Kaya dan miskin, manusia adalah sama di hadapan Tuhan. Saling jaga, saling hormat di antara manusia harus tetap dirawat.
Kedua; manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Manusia membutuhkan orang lain. Dirinya tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Perbedaanlah yang bisa saling melengkapi. Profesi apa pun punya peran penting terhadap keseimbangan ekosistem sosial kemasyarakatan. Lebih mulia mana konglomerat dengan tukang sayur keliling? jawabannya sama.
Sebagaimana manusia dan cacing yang punya peran sejajar dalam ekosistem. Coba saja hilangkan cacing dari rantai makanan. Sistem rantai makanan akan rontok berantakan. Akibat terburuknya, manusia punah.
Ketiga; menerima perbedaan. Apakah mungkin setiap individu sebelum lahir bisa memilih: berasal dari mana, lingkungan seperti apa, atau suku apa orang tuanya? tidak mungkin. Kita terlahir tanpa bisa memilih. Muncullah orang kulit hitam, kulit putih, kulit berwarna, orang eropa, orang asia dan perbedaan yang melekat sejak lahir. Hal itu di luar jangkauan manusia. Allah SWT sudah menegaskan lewat firmannya:
"Hai manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal"( Surat Al-Hujurat ayat 13)
Perbedaan adalah sunatullah. Dengan latar belakang yang tidak bisa kita pilih, mungkinkah kita harus mengubah semua anugrah dari lahir agar sama? Jelas ini pikiran keliru. Jika sejak awal kita makan nasi, maka susah sekali mengubah pola hidup semacam itu. Sudah mendarah daging.
Coba saja bayangkan jika kita hidup di Arktik, apakah kulit kita bisa kuning? atau di pedalaman Afrika. Apakah kita berkulit putih? Apa yang tambak lahiriah adalah wujud adaptasi terhadap lingkungan. Jangan diubah karena itu yang terbaik. Pikiran kitalah yang seharusnya diubah.
Ketiga dasar itulah yang bisa dijadikan titian untuk saling menjaga di antara manusia. Sebagai landasan Hablum minannas: humanisme!