Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Full Time Blogger

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa Media Sosial di Mata Saya

30 Maret 2024   23:36 Diperbarui: 30 Maret 2024   23:41 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa Media Sosial di Mata Saya
Capture Dokpri Agustina


Jujur saja, semula saya tidak berpikir serius tentang puasa media sosial. Dahulu saya kira istilah tersebut cuma dipakai secara bercandaan oleh orang-orang yang merasa kecanduan main medsos. Sebab terlalu asyik bergaul di dunia maya, sampai-sampai pekerjaan mereka di dunia nyata terbengkelai.

Namun, lambat-laun saya mengetahui bahwa istilah puasa media sosial ternyata tak sebercanda itu. Sungguh tak saya sangka bahwa istilah tersebut mengandung persoalan serius terkait kesehatan mental.

Saya sama sekali tak menyangka kalau banyak orang yang diam-diam terintimidasi oleh postingan-postingan di medsos. Mendadak jadi kurang percaya diri dengan pencapaian mereka, setelah melihat-lihat deretan postingan yang berisi aneka kesuksesan orang-orang lain.

Wah, wah, wah. Jangankan postingan tentang kesuksesan. Rupanya bahkan ada orang-orang yang beranjak putus asa, hanya gara-gara melihat postingan seseorang yang selalu bernuansa riang gembira. Mereka pikir orang yang hobi haha hihi di medsos tak pernah mengalami kesusahan hidup.

Nah. Karena semula menganggap puasa media sosial sekadar bercandaan, saya pun sempat berkomentar begini, "Salah sendiri dikit-dikit buka medsos sampai lupa waktu. Wajar kalau kerjaan jadi berantakan. Mestinya 'kan main medsos secukupnya saja. Enggak perlulah sampai puasa media massa segala."

Komentar saya kian sadis manakala mengetahui ada orang-orang yang cara berpikirnya "terlalu polos" sehubungan dengan postingan-postingan di medsos. Misalnya begini. Suatu ketika saya mengunggah foto makanan dan minuman di sebuah resto. Eh, kok serta-merta saya dianggap kaya raya? Sementara postingan itu merupakan postingan endorse-an.

Lihatlah. Kalau kejadiannya seperti itu, salah sendiri 'kan jika banyak orang OVT alias overthinking gara-gara dimakan imajinasi mereka sendiri? Ya wajarlah kalau ujungnya mengganggu kesehatan mental.

Syukurlah pada akhirnya saya bisa memahami bahwa kondisi mental orang berbeda-beda. Saya tak lagi menertawakan mereka yang sampai harus menjalani puasa media sosial. Ketimbang jahil menertawakan orang, bukankah lebih baik saya fokus bersyukur sebab diberi-Nya kekuatan untuk tidak perlu menjalani puasa media sosial. Iya 'kan?

Salam.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun