Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mahasiswa

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Menembus Tabir Hakikat: Sebuah Refleksi Ramadan dari Buku "Fihi Ma Fihi"

16 Maret 2024   16:31 Diperbarui: 17 Maret 2024   03:08 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menembus Tabir Hakikat: Sebuah Refleksi Ramadan dari Buku "Fihi Ma Fihi"
gramedia.com

Menyingkap Keesaan di Balik Keberagaman 

bobo.grid.id
bobo.grid.id

Rumi memperingatkan bahwa keragaman manusia sebenarnya hanyalah ilusi semata. Di balik ragam bentuk dan keinginan yang berbeda, ada satu hakikat yang menarik dan menyatukan kita semua: cinta dan kerinduan kepada Allah. Puasa Ramadan memandu kita untuk melampaui batas-batas ego dan perbedaan yang ada, sehingga kita dapat merasakan kesatuan dalam keragaman umat manusia. 

Dalam konteks ini, puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan proses spiritual yang mendalam untuk menemukan kesatuan dalam perbedaan. Melalui pengalaman berpuasa, manusia diajak untuk mengalami dan memahami bahwa pada hakikatnya, kita semua bersumber dari satu Tuhan yang sama, dan cinta serta kerinduan kepada-Nya adalah hal yang mengikat kita bersama. 

Dengan demikian, puasa Ramadan menjadi ajang yang memungkinkan kita untuk memahami dan merasakan hakikat sejati dari persatuan di tengah keragaman manusia.

Seperti halnya rasa lapar yang menjadi dasar dari berbagai keinginan akan makanan, kerinduan akan Allah merupakan akar dari segala hasrat dan cita-cita manusia. Puasa memiliki peran penting dalam membantu kita mengenali rasa lapar hakiki ini, sehingga dapat mengarahkan fokus kita pada satu tujuan utama: mendekatkan diri kepada Allah. 

Dalam konteks puasa Ramadan, rasa lapar yang kita rasakan secara fisik menjadi simbol dari kerinduan spiritual yang lebih dalam, yaitu kerinduan akan kehadiran dan kedekatan dengan Sang Pencipta. Dengan menahan diri dari makanan dan minuman, kita menjadi lebih peka terhadap kebutuhan jiwa dan ruh yang sebenarnya, yang pada akhirnya membimbing kita untuk mencapai tujuan spiritual yang lebih tinggi. 

Puasa Ramadan dengan demikian bukan hanya sekadar praktik menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan sarana untuk memahami dan mengasah kesadaran akan kebutuhan spiritual kita yang sejati, serta mengarahkan segala hasrat dan cita-cita manusia menuju pencapaian yang lebih mulia, yaitu kedekatan dengan Allah.

Menemukan Cahaya di Tengah Kegelapan 

fimela.com
fimela.com

Rumi dengan tegas menyatakan bahwa wali Allah tidaklah terpisah dari umat manusia; mereka adalah individu yang sama, hanya saja mereka dikaruniai cahaya ilahi yang lebih terang. Puasa Ramadan menawarkan kesempatan bagi kita untuk membuka mata hati, mengenali cahaya ilahi yang ada dalam diri kita sendiri dan dalam sesama manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun