Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Perang Takjil: Semarak Toleransi dan Kedermawanan di Bulan Ramadan 1445 H

19 Maret 2024   07:36 Diperbarui: 19 Maret 2024   07:48 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang Takjil: Semarak Toleransi dan Kedermawanan di Bulan Ramadan 1445 H
Pinterest.com/agussolihin1928 

Sejarah dan Makna Takjil 

Freepik.com/lifestyle.bisnis.com
Freepik.com/lifestyle.bisnis.com

Takjil berasal dari kata "ta'jil" yang berarti menyegerakan. Tradisi ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan telah menjadi bagian penting dalam budaya Muslim di seluruh dunia. Di Indonesia, tradisi takjil sudah dikenal sejak abad ke-15, yang dibawa oleh para Wali Songo. Menurut laman resmi Muhammadiyah, pada Senin (18/3/2024), istilah takjil diambil dari hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi, "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka." Dalam bahasa Arab, istilah "menyegerakan" dalam hadits tersebut memiliki medan semantik, yaitu ajjala--yu'ajjilu--ta'jilan yang artinya momentum, tergesa-gesa, menyegerakan, atau mempercepat. Dari situ, takjil diasosiasikan dengan anjuran untuk menyegerakan berbuka puasa.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa tradisi takjil dimiliki oleh setiap komunitas Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Snouck Hurgronje dalam laporannya setelah mengunjungi Aceh pada 1891--1892, dalam karyanya yang berjudul "De Atjehers," mencatat bahwa masyarakat lokal telah mengadakan buka puasa (takjil) di masjid secara beramai-ramai dengan menyajikan ie bu peudah atau bubur pedas. Riwayat lain mencatat bahwa takjil menjadi salah satu sarana dakwah yang digunakan oleh Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa sejak sekitar abad ke-15. Suara Muhammadiyah menyebutkan bahwa tradisi takjil dilakukan di Masjid Kauman Yogyakarta pada tahun 1950-an, dan sejak itu terus dilestarikan oleh Muhammadiyah dan akhirnya populer di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa tradisi takjil memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam di Indonesia, dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya berpuasa umat Muslim, tidak hanya sebagai praktik ibadah, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.

Profesor Munir Mulkhan dalam bukunya berjudul "Kiai Ahmad Dahlan & Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan" (2010) menyimpulkan bahwa Muhammadiyah memiliki peran yang signifikan dalam mempopulerkan tradisi takjil selama Ramadan. Munir menegaskan bahwa Muhammadiyah, sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan, turut serta dalam memperkenalkan praktik menyelenggarakan takjil untuk mempercepat waktu berbuka puasa umat Muslim. Dalam pandangan Munir, berbagi takjil selama Ramadan dianggap sebagai salah satu amalan yang mulia. Beliau mengutip bahwa anjuran untuk memberi takjil bahkan disampaikan secara langsung oleh Rasulullah sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan rahmat dan pahala dari Allah.

Melalui pendekatannya, Profesor Munir Mulkhan menyoroti peran Muhammadiyah dalam memperkuat tradisi takjil sebagai bagian dari upaya pembaharuan dalam dunia Islam. Pengenalan tradisi ini tidak hanya menjadi sebuah praktik keagamaan semata, tetapi juga menjadi bagian dari upaya untuk mempercepat dan memperkaya pengalaman spiritual umat Muslim selama bulan Ramadan. Dengan demikian, tradisi takjil menjadi simbol dari nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas sosial, dan spiritualitas yang dijunjung tinggi dalam Islam, serta bagian integral dari praktik keagamaan umat Muslim di Indonesia.

Ketika seseorang memberikan takjil kepada orang lain, tindakan tersebut tidak hanya memberikan manfaat fisik berupa makanan, tetapi juga membawa kehangatan dan memperkuat rasa persaudaraan. Syekh Said Muhammad Ba'asyin, dalam kitabnya yang berjudul "Busyral Karim," menyatakan bahwa dalam Islam, disunahkan bagi orang yang sedang berpuasa untuk berbagi sesuatu dengan orang lain untuk membuka puasanya, meskipun hanya sebatang kurma atau secangkir air. Pernyataan Syekh Said Muhammad Ba'asyin menggarisbawahi pentingnya berbagi dalam agama Islam, terutama saat berpuasa. Tindakan memberi takjil tidak hanya merupakan kewajiban sosial dan moral, tetapi juga merupakan bagian dari praktik keagamaan yang dianjurkan. Lebih dari sekadar memberikan makanan, memberi takjil mencerminkan semangat saling peduli dan persaudaraan yang harus dijaga dalam komunitas Muslim.

Dengan memberikan takjil, seseorang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik orang lain, tetapi juga menyuburkan hubungan sosial dan emosional antarindividu. Hal ini menciptakan ikatan yang lebih erat dalam komunitas Muslim, meningkatkan rasa saling percaya, dan memperkuat solidaritas antar sesama umat Muslim. Dalam konteks ini, tradisi memberi takjil bukan hanya sebuah praktik rutin selama bulan Ramadan, tetapi juga sebuah amalan yang membawa berkah dan memberikan dampak positif secara sosial dan spiritual bagi individu dan masyarakat. Dengan demikian, tindakan memberi takjil merupakan wujud nyata dari ajaran Islam tentang kasih sayang, kepedulian, dan kebersamaan yang harus dijunjung tinggi oleh umat Muslim.

Keutamaan Berbagi Takjil 

Sumber gambar: banksampoerna.com/artikula.id
Sumber gambar: banksampoerna.com/artikula.id

Memberi takjil tidak hanya mengenai memenuhi kebutuhan perut seseorang, tetapi juga membawa banyak keutamaan dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berbagi takjil, bahkan jika hanya sebatang kurma atau secangkir air. Beberapa keutamaan memberi takjil antara lain sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun