Hari yang Fitri, Tumbuhkan Cinta Kasih dan Empati Pada Sesama
Idul Fitri 1 Syawal 1444 H telah kita raih setelah kita menyelesaikan tantangan hebat puasa satu bulan penuh di bulan Ramadan.
Bagaimana kita memaknai Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari setelah Idul Fitri
Tujuan dari ibadah puasa Ramadan adalah terbentuknya insan yang muttaqin, karena itulah janji Allah SWT dalam Al-Qur'an
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah ayat 183).
Setelah berpuasa Ramadan sebulan penuh kita dipertemukan dengan Idul Fitri yang artinya kembali suci, seperti bayi yang baru dilahirkan.
Idul Fitri dan Tumbuhnya Kasih Sayang
Salah satu potensi manusia yang Tuhan berikan adalah memiliki kasih dan sayang.
Kasih dan sayang inipun termasuk di antara nama Allah (Al-Asma al-Husna), Rahman dan Rahim. Dengan kata lain, ketika manusia bisa mengaktualisasikan kasih dan sayangnya, pada hakikatnya ia sudah mengaktualisasikan nama Tuhannya.
Potensi rasa itulah yang bisa mengekspresikan kasih dan sayang manusia. Seorang ayah atau ibu akan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya kepada anak yang mereka cintai, secara alami tanpa didorong pretensi apapun. Bahkan induk ayampun akan melindungi anak-anaknya secara alami, karena ‘kasih sayang’ yang dimilikinya.
Momen Idul Fitri yang menyatukan semua keluarga, karena pada hari biasa keluarga terpisah, anak-anak yang sudah berkeluarga ikut suaminya, sementara anak kedua kuliah harus tinggal di tempat kos-kosan dan hanya berkumpul sepekan sekali, bahkan dengan anak pertama hanya berkumpul sebulan sekali.
Kasih dan sayang muncul dari dalam manusia, bersumber dari hati. Hati itu sendiri memiliki kecenderungan potensi naik turun (fluktuatif). Karena itu perlu perawatan yang rutin dan baik untuk menjaga kualitas kasih sayang. Sebagai bahan pengetahuan, ada beberapa kiat untuk menumbuhkan kasih sayang, di antaranya :
1. Ikhbaru Hubbah (melihat atau memberitakan sisi positif dari seseorang). Senantiasa mengedepankan sikap berbaik sangka (husnudzan) pada orang lain akan berbalik pada diri kita sendiri. Ketika selalu melihat sisi positif atau kebaikan orang lain, maka yang akan muncul dari diri kita adalah kasih dan sayang antar sesama, begitupun sebaliknya.
Momen Idul Fitri kita maafkan semua kesalahan anggota keluarga, suami saling bermaafan dengan istri, anak bermaafan dengan orang tua, sesama saudara saling bermaafan, melupakan kesalahan masa lalu dan memulai kehidupan yang lebih baik di bulan syawal yang artinya bulan peningkatan dalam kebaikan.
2. Al-Du’a fi al-Dhuhri wa al-Ghaib (mendoakan orang lain di waktu ada ataupun tidak). Mendoakan orang lain tidak perlu diktehaui oleh yang bersangkutan. Hakikatnya itulah makna keikhlasan dalam berdoa. Seorang anak yang shaleh akan senantiasa mendoakan orang tuanya walaupun mereka sudah tiada dan itu termasuk pada kategori amal jariyah. Dua sahabat yang baik akan selalu saling mendoakan satu sama lain tanpa harus memberitahukan bahwa ia mendoakan saudaranya. Rasul SAW bersabda dalam sebuah hadits, “sebaik-baik doa seseorang adalah mendoakan orang lain yang tidak mengetahui bahwa ia didoakan.”
Dalam momen Idul Fitri kita sekeluarga berkunjung dan bersilaturrahmi kepada guru dan kyai kita untuk mendapatkan kemantaban dalam melanjutkan kehidupan setelah Idul Fitri, biasanya kita diajak berdua bersama untuk orang tua kita, kepada guru-guru dan ulama kita, kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya.
3. Abghathul Wajhi (memberikan senyum kegembiraan). Ekspresi wajah seseorang akan mengindikasikan isi hati orang tersebut. Saling memberikan senyum kegemberiaan ketika bertemu/bersua akan mempererat kasih sayang sesama manusia. Respon positif berupa senyum kegembiraan akan dinilai lebih berharga daripada hanya sekedar materi semata.
Momen Idul Fitri yang banyak kita gunakan bersilaturrahmi ke orang tua, tetangga, saudara, atau kerabat lakukanlah dengan hati yang riang, penuh suka cita, penuh kegembiraan dan syukur karena kita bisa saling bermaaf-maafan dan bersilaturahmi seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Demikian juga saat di rumah kita menerima kedatangan tamu dari tetangga, saudara atau kerabat, maka kita harus bersikap ramah, sopan, penuh senyum dan menjamu tamu dengan memberikan hidangan terbaik, bahkan kalau kita sedang punya kelebihan rezeki kita berbagi THR kepada para tamu yang datang berkunjung ke rumah kita.
Rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa “Senyumanmu pada saudaramu adalah termasuk shadaqah.”
4. Al-Mushafahah (bersalaman ketika bertemu). Secara psikologis, bersalaman tangan dengan lawan bicara akan mempererat ikatan batin. Eratnya bersalaman akan memberikan kesan tersendiri bagi orang yang melakukannya. Beda dengan orang yang bersalaman dengan asal-asalan, tidak ada kontak mata, dan sebagainya. Rasul SAW berpesan, “Ketika dua orang bersalaman, maka dosa keduanya akan bercucuran dari tangannya.”
Saat bertamu atau menerima tamu kita sambut akrab tamu kita dengan bersalaman bahkan peluk hangat (tentu antara laki-laki dengan laki laki dan perempuan dengan perempuan), maka itulah salah satu cara meningkatkan keakraban dan persaudaraan kita sesama umat Islam.
5. Ziyarah (saling mengunjungi/shilaturahim).
Intensitas berkunjung antar sesama manusia akan mempengaruhi nilai kasih sayang. Semakin sering berkunjung, akan semakin mengetahui kondisi seseorang dan semakin memupuk kasih dan sayang antar sesama. Doa yang keluar dari lisan kedua orang yang saling berkunjung pun akan saling tersampaikan. Rasul SAW memberikan motivasi, “Jika ingin panjang umur dan banyak rezeki, maka saling berkunjunglah.”
Inilah yeng kita lakukan di momen Idul Fitri kita lakukan saling berkunjung dan menerima kunjungan dari saudara, tetangga dan kerabat untuk bersilaturrahmi, bermaafan dan berbagi sedekah.
6, Tahniah (menyampaikan ucapan selamat). Saling memberikan ucapan selamat (congratulation) kepada saudara kita yang mendapatkan kebahagiaan, kesenangan, prestasi, kebahagiaan dan sebagainya bisa menumbuhkan kasih sayang . Berikanlah penghargaan atau ucapan selamat, sekecil apapun, untuk menambah kasih sayang. Bahkan Allah SWT menyuruh kita, “Jika kamu diberi penghargaan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau yang semisalnya.”
Saat Ramadan kita apresiasi anak, istri atau suami yang bisa mengharamkan Al Qur'an dengan memberikan hadiah yang berkesan bisa diberikan uang atau memberikan baju atau perlengkapan ibadah yang bagus untuk digunakan saat lebaran.
Saat Idul Fitri bila kita tidak bisa bersilaturrahmi secara langsung maka menggunakan alat komunikasi adalah hal yang lumrah kita lakukan, saling mengucapkan Hari Raya Idul Fitri sambil meminta maaf dan memberi perhatian kepada saudara yang mengalami kesusahan, duka cita, kebahagiaan karena menikah, punya anak dan cucu, ucapan lewat WA, Telepon, Vidiocall menjadi pengganti bila kita tidak bisa hadir secara langsung
7. Tahaadii (saling memberi hadiah). Saling memberi hadiah termasuk pada kategori shadaqah, apalagi disertai pada momen-momen tertentu. Hakikatnya bukan hadiah berupa fisik/materi yang diberikan, tapi rasa perhatian yang ada dari si pemberi. Seorang ibu yang memberikan hadiah buat anaknya karena prestasi, maka sebenarnya bukan materi semata yang ia berikan. Lebih dari itu, dia memberikan rasa sayangnya kepada anak tersebut. Motivasi tersebut diberikan oleh Rasul SAW dalam sebuah haditsnya, “Saling memberi hadiahlah, niscaya kalian akan saling mencinta.”
Momen lebaran Idul Fitri kita sudah melakukan itu semua, baik memberi hadiah berupa uang, makanan, kunjungan silaturrahmi , memberi ucapan, juga mendoakan adalah upaya lahir batin kita untuk memaknai Idul Fitri sebagai kembali kepada kemurnian fitrah kita sebagai manusia.
Pada akhirnya kita ingat hadits qudsi, “Irhamuu man fil ardh, yarhamkum man fissamaa’i (sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya akan menyayangimu yang di langit).
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1444 H, mohon maaf lahir dan batin Taqobballahu Minna Wa Minkum.
Memaknai Idul Fitri, 23 April 2023// 2 Syawal 1444 H
Ahmad Syaihu untuk Kompasiana