[Coretan Ramadan 18] Antara Ada dan Tiada (Metafisika)
Yang mana dari hal tersebut, memunculkan istilah bahwa "orang-orang yang beragama merupakan orang-orang yang dipenuhi kesengsaraan hidup, sehingga dengan kefrustrasiaan tersebut berharap kepada Tuhan agar terhindar dari kesengsaraan tersebut di kehidupan setelahnya".
Namun singkatnya dari hal mistis tersebut, tentang kekuasaan Tuhan. Tentang apa dan bagaimana Tuhan mengatur keseimbangan hidup, serta segala hal-hal buruk yang menimpa kita. Dijelaskan dengan adanya kehendak bebas manusia yang dapat memilih bagaimana sikap dan tingkah lakunya di dunia (ahlak) yang diatur lewat Wahyu Ilahi (Al Quran).
***
Dalam britannica.com filsafat agama pada abad ke-17 mengalami arah baru yang diprakarsai oleh Ren Descartes di Perancis dan John Locke di Inggris. Yang mana mereka menyederhanakan pemikiran tentang agama dengan pemahaman akal manusia (pengalaman indrawi).
Pandangan tentang Tuhan dialihkan dari pusat pemikiran filosofis menuju pada pandangan pengalaman yang dapat dirasakan oleh indrawi. Locke menganggap bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman sehingga mengarah pada pendekatan agama yang lebih "masuk akal" di mana akal diadakan untuk membatasi setiap seruan pada Wahyu Ilahi.
Pada abad ke-18, pemikiran tentang agama semakin mengalami pencerahan yang diprakarsai oleh Imanuel Kant dari jerman.
Kant berargumen bahwa waktu, ruang, sebab-akibat, dan substansi (di antara ciri-ciri realitas lainnya) merupakan kategori konseptual bawaan yang melaluinya pikiran manusia memaksakan keteraturan pada pengalaman.
Tidak ada pengetahuan tentang hal-hal yang diduga ada di luar kategori ini. Dengan demikian, tidak mungkin ada pengetahuan tentang Tuhan, dan karenanya tidak ada pengetahuan teologis.
Dari hal tersebut, Kant menghapus pembenaran tentang metafisik agama. Kemudian Kant memperkenalkan konsepsi agama yang muncul dari idenya tentang moralitas. Tindakan yang benar secara moral, menurutnya adalah tindakan yang bertujuan untuk menghasilkan kebaikan tertinggi (summum bonum).
Yang mana hal tersebut merupakan suatu keadaan di mana orang dihadiahi kebahagiaan sebanding dengan tingkat kebajikan yang mereka capai. Akan tetapi, seseorang tidak akan menerima kebahagiaan/ kebaikan tertinggi kecuali seseorang tersebut percaya keadaan seperti itu mungkin, dan itu hanya mungkin di akhirat kekal yang diperintahkan oleh Tuhan.
Menurut Kant, dengan melihat agama merupakan suatu tindakan moral adalah masalah alasan praktis. Yang mana berkaitan dengan apa yang harus dilakukan manusia, bukan alasan teoritis yang berkaitan dengan apa yang orang anggap benar.