[Coretan Ramadan 18] Antara Ada dan Tiada (Metafisika)
Dari tulisan ke-13 yang berjudul Tentang Nafsu, disebutkan terdapat berbagai jenis nafsu dan juga golongannya. Sehingga dalam hal ini, tak mengejutkan bilamana sebagai manusia ingin mengetahui, melihat, merasakan, bahkan sampai berjumpa dengan Sang Pencipta.
Keingintahuan tentang "Ada" atau "Tidaknya" Tuhan menjadi daya tarik tersendiri dari pribadi seseorang dalam menganut suatu ajaran agama. Seperti disebutkan bilamana dengan mengetahui atau benar-benar merasakan dalam diri seseorang (pengalaman spiritual) akan adanya Tuhan, maka dikatakan akan lebih mengetahui makna ajaran agama yang sebenarnya, semakin mengimani serta menyerahkan diri kepadaNya.
Hal-hal yang tak umum atau tidak terjangkau dalam pikiran (akal manusia) ini, disebut juga dengan istilah mistik (metafisika). Kata mistik, berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinning), tersembunyi (verborgen), gelap (donker), atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld) (an-nur.ac.id).
Sebagaimana hal tersebut, dijelaskan dalam Achiriah & Laila Rohani, (2018) istilah Mistik merupakan sub sistem yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan.
Pengertian mistik dijelaskan dalam an-nur.ac.id bila dikaitkan dengan agama merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh dengan cara meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio. Dengan kata lain, mistik merupakan pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, mistik dapat dijelaskan dengan bukti empiris namun, kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Dalam Islam, ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk agamanya secara mendalam disebut Ilmu Kalam. Dengan mempelajari ilmu kalam, akan memberikan seseorang keyakinan-keyakinan yang berlandaskan pada landasan yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh, atau terjerumus, atau terombang-ambing dalam arus perkembangan zaman yang senantiasa berubah (Zulkarnain, I., 2016).
***
Jika kita berbicara tentang hal yang mistis, gaib, atau hal yang diluar nalar kita sebagai manusia tentunya kita akan mengarah pada suatu kekuatan-kekuatan gaib yang ada. Yang sangat disayangkan, di masyarakat kita hal gaib ini lebih mengarah pada ilmu-ilmu seperti halnya tentang sihir, ilmu-ilmu kebal, dan sebagainya yang pastinya ilmu tersebut mengantarkan pada lubang kesesatan.
Jika kita melihat kembali tulisan sebelumnya yang berjudul Kecerdasan Intelektual dalam Islam. Nabi Muhammad SAW sangat tidak menganjurkan untuk mempercayai atau meyakini akan hal-hal atau tradisi yang berkaitan dengan hal-hal tersebut (tentang sihir, ilmu-ilmu kebal, dan sebagainya). Namun menganjurkan untuk melihat ke Esaan Tuhan, dalam hal kekayaan alam atau semua keselarasan dalam ciptaannya.
Jika dilihat dalam britannica.com diskusi tentang masalah mistik atau metafisika didasari dengan 'ada atau tidak' serta tentang kuasa Tuhan, seperti: apakah Tuhan benar-benar mengantarkan kita kepada suatu kebahagiaan atau pada kesengsaraan. Yang mana hal tersebut dilatarbelakangi dengan banyaknya konflik sosial, kekerasan, ketidakadilan, ketidakmerataan, atau penderitaan-penderitaan yang dialami manusia.
Yang mana dari hal tersebut, memunculkan istilah bahwa "orang-orang yang beragama merupakan orang-orang yang dipenuhi kesengsaraan hidup, sehingga dengan kefrustrasiaan tersebut berharap kepada Tuhan agar terhindar dari kesengsaraan tersebut di kehidupan setelahnya".
Namun singkatnya dari hal mistis tersebut, tentang kekuasaan Tuhan. Tentang apa dan bagaimana Tuhan mengatur keseimbangan hidup, serta segala hal-hal buruk yang menimpa kita. Dijelaskan dengan adanya kehendak bebas manusia yang dapat memilih bagaimana sikap dan tingkah lakunya di dunia (ahlak) yang diatur lewat Wahyu Ilahi (Al Quran).
***
Dalam britannica.com filsafat agama pada abad ke-17 mengalami arah baru yang diprakarsai oleh Ren Descartes di Perancis dan John Locke di Inggris. Yang mana mereka menyederhanakan pemikiran tentang agama dengan pemahaman akal manusia (pengalaman indrawi).
Pandangan tentang Tuhan dialihkan dari pusat pemikiran filosofis menuju pada pandangan pengalaman yang dapat dirasakan oleh indrawi. Locke menganggap bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman sehingga mengarah pada pendekatan agama yang lebih "masuk akal" di mana akal diadakan untuk membatasi setiap seruan pada Wahyu Ilahi.
Pada abad ke-18, pemikiran tentang agama semakin mengalami pencerahan yang diprakarsai oleh Imanuel Kant dari jerman.
Kant berargumen bahwa waktu, ruang, sebab-akibat, dan substansi (di antara ciri-ciri realitas lainnya) merupakan kategori konseptual bawaan yang melaluinya pikiran manusia memaksakan keteraturan pada pengalaman.
Tidak ada pengetahuan tentang hal-hal yang diduga ada di luar kategori ini. Dengan demikian, tidak mungkin ada pengetahuan tentang Tuhan, dan karenanya tidak ada pengetahuan teologis.
Dari hal tersebut, Kant menghapus pembenaran tentang metafisik agama. Kemudian Kant memperkenalkan konsepsi agama yang muncul dari idenya tentang moralitas. Tindakan yang benar secara moral, menurutnya adalah tindakan yang bertujuan untuk menghasilkan kebaikan tertinggi (summum bonum).
Yang mana hal tersebut merupakan suatu keadaan di mana orang dihadiahi kebahagiaan sebanding dengan tingkat kebajikan yang mereka capai. Akan tetapi, seseorang tidak akan menerima kebahagiaan/ kebaikan tertinggi kecuali seseorang tersebut percaya keadaan seperti itu mungkin, dan itu hanya mungkin di akhirat kekal yang diperintahkan oleh Tuhan.
Menurut Kant, dengan melihat agama merupakan suatu tindakan moral adalah masalah alasan praktis. Yang mana berkaitan dengan apa yang harus dilakukan manusia, bukan alasan teoritis yang berkaitan dengan apa yang orang anggap benar.
Referensi:
Achiriah & Laila Rohani, 2018. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing
An-nur (2022). Metafisika / Mistik: Pengertian, Struktur, Kegunaan dan Objek. (Online) https://an-nur.ac.id/metafisika-mistik-pengertian-struktur-kegunaan-dan-objek/
Britannica. Philosophy of Religion (Online) https://www.britannica.com/topic/philosophy-of-religion/The-Enlightenment
Zulkarnain, I. (2016). Metafisika Ketuhanan Dalam Pandangan Kalam dan Pengalaman Religius. Refleksi Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam, 16(1), 37-58.