Aji Prasanto
Aji Prasanto Lainnya

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

[Coretan Ramadhan 19] Menilik Ilmu Tasawuf

10 April 2023   22:56 Diperbarui: 10 April 2023   23:11 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Coretan Ramadhan 19] Menilik Ilmu Tasawuf
Ilustrasi cahaya Ramadhan, (pexels.com/ Oleksandr Pidvalnyi)

Manusia yang dianugerahi Tuhan dengan akal juga perasaan (emosi), memberikan sebentuk keingintahuan tanpa henti. Seperti pada tulisan kemarin Antara Ada dan Tiada (Metafisika), yang menggambarkan bagaimana orang-orang jaman dulu bahkan sampai jaman sekarang, mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi tentang hal-hal yang melampaui nalar (tidak masuk akal).

Berbagai ritual, pengorbanan, persembahan, dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri kepada Yang Kuasa, yang pada akhirnya dapat merasakan akan kehadiran dan keagunganNya. Menjadi semacam bentuk pengabdian yang tinggi dengan harapan dapat menjadi manusia yang lebih dari manusia lainnya (yang benar-benar manusia) yang dapat meraih kebijaksanaan tertinggi, serta keagungan Sang Ilahi.

Dalam Islam, ilmu untuk mencapai kedekatan (sedekat mungkin) pada Tuhan, disebut ilmu Tasawuf. Begitu dalam Achiriah & Laila Rohani, (2018) yang menyebutkan bahwa secara generik, tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.

Dalam britannica.com, disebutkan bahwa dasar pemikiran ilmu tasawuf yaitu ketaatan yang ketat pada hukum agama dan peniruan Nabi adalah dasar bagi para mistikus.

Sedangkan pada praktiknya, ilmu tasawuf dilakukan dengan introspeksi yang kaku dan perjuangan mental. Seorang mistik mencoba untuk memurnikan dirinya yang paling dasar bahkan dari tanda-tanda keegoisan yang paling kecil, sehingga mencapai keikhlasan yang maksimal, kemurnian niat dan tindakan yang mutlak.

Pengertian Tawakal (percaya pada Tuhan) dalam tasawuf kadang-kadang dipraktekkan sedemikian rupa sehingga setiap pemikiran tentang hari esok dianggap tidak religius. "Sedikit tidur, sedikit bicara, sedikit makanan" adalah hal mendasar. Puasa menjadi salah satu persiapan terpenting bagi kehidupan rohani (britannica.com).

Dalam terminologinya, an-nur.ac.id menjelaskan bahwa tasawuf merupakan ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, untuk membangun dhahir dan batin, serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.

Lebih lanjut, an-nur.ac.id mengungkapkan bahwa dari penjelasan tersebut tasawuf diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorientasi moral. Sehingga dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf adalah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah.

Dalam Al-Adyan Jurnal Studi Lintas Agama, Tasawuf dijelaskan merupakan rumusan langsung dari perasaan seseorang yang mendambakan kehadirat Ilahi, penyucian batin dan ketenangan hati. Para sufi seringkali mengharapkan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan Tuhan baik dengan penyucian jiwa dan latihan-latihan spiritual.

Kemudian dalam Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism, menyebutkan prinsip serta tujuan hakiki dari tasawuf adalah ingin tersingkapnya hijab dari yang lahir menuju yang batin. Karena pada dasarnya Allah adalah sebagai yang Lahir (al-Dhahir) dan yang Batin (al-Batin). Ni'am, S. (2013) mengutip dari Sayyed Hossein Nasr menjelaskan bahwa dunia ini dan seluruh isinya merupakan pancaran dan alamat dari Nama-nama dan Sifat-sifat Tuhan, maka semua realitas dari dunia ini juga memiliki aspek lahir dan batin.

Putra, A. E. (2012), menyatakan bahwa pondasi tasawuf adalah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka tidak akan dapat mengadakan penyucian batin. Memberikan makna dari tasawuf sendiri dengan bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog batin antara roh manusia dengan Tuhan.

Lebih jauh lagi, melihat dari Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism, tulisan dari Ni'am, S. (2013) dengan judul Institusi Pendidikan Dalam Tasawuf. Memberikan penjelasan bahwa:

Gerakan Sufisme (tasawuf) muncul dengan latar belakang reaksi serta respon atas kejahatan dan kebobrokan moral yang muncul pada masa pemerintahan Umawy di Damaskus. Dengan kata lain, sufisme muncul akibat dari kondisi sosio-politik yang terjadi saat itu, sehingga memunculkan gerakan oposisi yang dipelopori oleh Hasan al-Bashri, dengan membawa konsep moral yang tinggi, yang kemudian disebut dengan gerakan sufistik.

Sufi yang awalnya dilaksanakan secara pribadi/ individu, namun dalam perkembangan selanjutnya, gerakan sufi telah mengalami perubahan dari gerakan pribadi/ individu menjadi gerakan yang terorganisasi. Organisasi-organisasi tersebut mengambil bentuk yang berbeda-beda, misalnya dalam bentuk institusi semacam khanaqah, ribath, zawiya, thaifah, dan tarekat.

***

Jika dilihat dari bagaimana puncak ilmu tasawuf, yang mana selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorientasi moral. Sehingga pada akhirnya mengantarkan pada penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, serta menuju pada hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah.

Kemudian, dalam pemahaman bahwa ilmu tasawuf sendiri merupakan suatu gerakan moral yang didasari dari respon atas kejahatan dan kebobrokan moral yang muncul pada masa pemerintahan Umawy di Damaskus.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tasawuf merupakan ilmu yang mengantarkan pada keharmonisan alam semesta juga keharmonisan dalam kehidupan masyarakat (moral). Dengan mendalami agama serta menghilangkan atau menghindari kemelekatan, kepunyaan, keakuan, atau dapat dikatakan keegoisan dalam diri. Sehingga terhindar dari konflik sosial kehidupan masyarakat.

Secara sederhana, dapat di analogikan bagaimana seorang telah mencapai kebijaksanaan atau pencerahan yang sempurna (dalam agama buddha), yaitu seseorang yang telah melepaskan diri dari kemelekatan yang ada di dirinya. Contoh sederhananya, seperti:

Saat kita punya pohon durian misalnya, kemudian ada anak-anak atau pencuri yang mengambil durian tersebut, dan hanya menyisakan sedikit untuk pemiliknya. Respon (tindakan) yang diambil oleh si pemilik bukanlah marah, menggerutu, atau mengucap sumpah buruk (nyumpahin) kepada si pengambil. Namun, membiarkan dan mewajarkan hal tersebut. Dengan anggapan setiap hal yang dimiliki ini bukanlah ciptaan dan kepemilikannya.

Begitu seterusnya dalam hal-hal lain. Begitu juga saat membaca tulisan ini yang banyak salahnya. Bukan menyalahkan tapi memaklumi; namanya juga lagi belajar, itung-itung dapat poin satu dari kesalahannya jika benar dapat poin tiga. Hehehe

Hal tersebut mudah, dengan analogi yang dibuat dari kemampuan akal (pikiran). Sayangnya, sebagai manusia kita punya; nafsu, emosi, perasaan, juga sifat-sifat buruk yang dimiliki manusia. Hal ini lah yang ditekankan pada ilmu tasawuf (menurut penulis), yang mana kesadaran atau suatu kebijaksanaan yang dimiliki seseorang tidaklah kekal, suasana hati atau perasaan sangat mempengaruhinya.

Misalnya, jika kita punya sentimen negatif pada seseorang. Hal-hal baik atau pandangan-pandangan tentang seseorang, tidak akan dilihat serta tidak akan objektif dalam penilaiannya. Sehingga, dapat kita sebutkan lebih ke arah negatif dalam penilaian, bahkan sampai pada keinginan untuk menjatuhkan.

Referensi:

Achiriah & Laila Rohani, 2018. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing

An-nur, 2022. Pengertian Tasawuf, Dalil dan Asal usulnya. (Online) https://an-nur.ac.id/pengertian-tasawuf-dalil-dan-asal-usulnya/

Britannica. Tasawuf. (Online) https://www.britannica.com/topic/Sufism/Sufi-thought-and-practice

Ni'am, S. (2013). Institusi Pendidikan Dalam Tasawuf. Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism, 3(2), 185-200.

Putra, A. E. (2012). Tasawuf, Ilmu Kalam, dan Filsafat Islam (Suatu Tinjauan Sejarah Tentang Hubungan Ketiganya). Al-Adyan Jurnal Studi Lintas Agama, 7(2), 91-102.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun