Aji Prasanto
Aji Prasanto Lainnya

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

[Coretan Ramadhan 26] Orang-orang di Seberang Jalan

17 April 2023   23:07 Diperbarui: 17 April 2023   23:08 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Coretan Ramadhan 26] Orang-orang di Seberang Jalan
Ilustrasi cahaya Ramadhan, (pexels.com/ Oleksandr Pidvalnyi)

Dari tulisan kemarin Islam dalam Kerasnya Laju Perkembangan Zaman, menghadirkan beberapa fakta tentang Kemiskinan, Pengangguran, dan Pendidikan. Menggambarkan bahwa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dapat dikatakan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan serta belum dapat pencerahan dalam bentuk pendidikan.

Jika boleh mengira-ngira, sebagian besar pemilik akun di Kompasiana merupakan Akademisi, Pengajar (Guru/ Dosen), serta Pelajar atau Mahasiswa. Dari hal tersebut, tentunya kita dapat dikatakan "orang yang lebih beruntung" dari orang-orang di luar sana yang hidup di bawah garis kemiskinan serta jauh dari pencerahan (ilmu pengetahuan).

Dari keberuntungan tersebut, tentunya kita mempunyai dorongan untuk membantu serta memberikan "sedikit" andil dalam pengentasan hal-hal tersebut. Walaupun cuma tulisan yang "ala kadarnya", yang memang tidak berdampak besar bahkan "terlihat nyata" namun saya percaya hal ini memberikan sebuah artian yang cukup baik bagi eksistensi kita sebagai manusia (sebagai seorang warga negara yang baik serta menjunjung nilai agama).

Tulisan ini berjudul "Orang-orang di Seberang Jalan", kata tersebut merupakan kata kiasan dengan makna yang tersirat di dalamnya. Dalam tulisan ini akan sedikit menggambarkan bagaimana kehidupan orang-orang tersebut, dengan tujuan bahwa ibadah puasa Ramadhan kali ini; kita bisa sampai pada makna yang sesungguhnya sehingga tidak hanya menahan lapar dan dahaga.

Tanpa berlama-lama, mari kita simak tentang ulasan berikut ini yang berjudul "Orang-orang di Seberang Jalan",.. .

***

Laju perkembangan zaman serta gaya hidup yang semakin meningkat, menuntun manusia menuju jalan yang terlarang. Seperti halnya; perjudian, prostitusi, pencurian, penipuan, atau yang sebagainya. Tentunya kita tak bisa menyalahkan orang-orang tersebut, sekali lagi kita tak bisa menyalahkan orang-orang tersebut.

Hal tersebut menurut saya, bukanlah didasari dari keinginan dari dalam lubuk hati mereka namun hal tersebut terlaksana karena kehidupan yang jauh dari pencerahan (ilmu pengetahuan). Dari pengamatan dan sedikit memberikan pertanyaan, hidupnya Orang-orang di Seberang Jalan memang terlihat "menjijikkan", kumuh, dan jauh dari peradaban bahkan nilai-nilai moral.

Namun tentunya, hal tersebut bukan menjadi alasan untuk kita tidak merambah dan tidak ingin mengetahui tentang kehidupan orang-orang tersebut. Singkatnya, kita dapat mengambil beberapa faktor yang mempengaruhi orang-orang tersebut mengambil jalan yang terlarang, yang di antaranya; faktor pendidikan, kemiskinan, dan gaya hidup.

Pertama pendidikan, tentang pendidikan menurut saya adalah faktor yang penting, menjadi penentu tentang seseorang dalam kehidupannya, dapat mengambil jalan yang tidak sesuai dengan tata nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Hal tersebut dapat digambarkan seperti, dalam mencari kerja yang membutuhkan riwayat pendidikan, atau dalam mencari suatu informasi, serta dalam menjalin koneksi atau hubungan dengan orang lain.

Dalam hal mencari informasi, orang yang memiliki sedikit pengetahuan dalam hal tersebut akan sangat sulit mendapatkan informasi yang valid, sehingga sering terjadi kesalahan pemahaman serta menjadi mudah percaya dengan suatu berita atau informasi yang tidak didukung dengan data (hoaks).

Dari sini saja kita dapat melihat betapa pentingnya suatu pendidikan yang diemban seseorang, memang tidak menjamin pendidikan memberikan/ membuat seorang menjadi kaya-raya, sukses, bahagia di kehidupannya. Namun kita melihat dari sudut pandang yang lain, yaitu tentang berpikir kritis, tidak mudah tergoda sesuatu (bukan kebutuhan pokok), atau mudah mempercayai dan fanatik dalam mengidolakan seseorang atau ajaran tertentu.

Kemudian dalam mencari pekerjaan yang dikatakan "layak" tentu akan sedikit banyak mendapatkan kesusahan dan halangan-halangan. Begitu pula dalam hal hubungan sosial, tentunya akan sulit merambah pada komunitas yang sedikit berada pada tingkatan yang lebih tinggi.

Kedua yaitu tentang kemiskinan, tentunya masalah ini sudah bukan hal yang perlu di jelaskan panjang lebar. Kita tau kemiskinan menyulitkan setiap hal dalam kehidupan manusia, perkataan "miskin privilese", itu perkataan dari seorang penipu yang sekarang sudah dipenjara.

Hidup miskin sama dengan susah, susah sama dengan tidak memiliki fasilitas yang layak dan memadai, tidak mempunyai fasilitas yang layak sama dengan tertinggal. Mungkin pengertian tersebut dapat kita "iya-kan", sebagaimana jika kita melihat fakta bahwa orang yang hidup kurang beruntung dari kita, memiliki gambaran yang seperti tersebut.

Tentunya, miskin menjadi faktor penentu tentang masalah pendidikan bahkan kesehatan. Dari hidup yang serba kekurangan tersebut, pastilah mendorong seseorang untuk memilih jalan yang tidak sesuai dengan tata aturan atau nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Terjerumus dalam lubang kesesatan, seperti; Prostitusi, Pencurian, Penipuan, Perjudian atau yang sebagainya, merupakan jalan pintas mendapat penghasilan tanpa harus mempunyai keahlian dalam suatu bidang tertentu.

Terakhir gaya hidup, hal ini dapat dijelaskan merupakan suatu kebutuhan yang "bukan pokok" (sekunder) namun penting guna membantu kehidupan atau sekedar meningkatkan "gengsi" seseorang di beberapa kalangan.

Misalnya seperti: kendaraan, alat komunikasi, dan fasilitas rumah tangga. Memang hal-hal tersebut bukan merupakan hal yang pokok namun membantu meringankan dalam aktivitas kehidupan kita sebagai manusia. Sayangnya, hal ini selalu berubah mengikuti arus perkembangan zaman. 

Saya di sini menggarisbawahi tentang pernyataan Gaya Hidup: Sekedar meningkatkan "gengsi" seseorang di beberapa kalangan. Pernyataan tersebut menjadi penting, yang mana terkadang seseorang baik dewasa maupun remaja tidak dapat terhindar dari dorongan "Nafsu" kebutuhan gaya hidup yang menjadikan seseorang menjadi mengambil jalan yang kurang baik di kehidupannya.

***

Lalu apa kesimpulan yang harus kita tuliskan?

Bersikap ikhlas dan selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki, agaknya sedikit normatif serta kita sebagai manusia tentu "fluktuatif" dalam urusan ini.

Bersikap selalu menerima akan kondisi yang sedang dialami, serta senantiasa berdoa dan meyakini akan kuasa Tuhan; bahwasanya semuanya pasti sudah diatur dan merupakan keinginan dari Yang Kuasa. Beberapa orang beranggapan pernyataan tersebut "terlalu naif" untuk kehidupan sekarang.

Jika setiap kesimpulan di atas, memiliki bantahan atau sanggahan.. . Lalu apa baiknya kesimpulan dalam tulisan ini, dituliskan?

Saya pikir pentingnya peran agama di sini, di mana memberikan gambaran dan arahan bahwa agama sebagai nilai moral masyarakat serta membantu mencerahkan umat. Memberikan sebentuk bekal pada kehidupan sosial tentang pentingnya berketuhanan serta keseimbangan dalam kehidupan.

Bimbingan agama tidak serta merta hanya dalam masalah "alam baka", namun juga dalam kesejahteraan masyarakatnya. Lebih terdorong lagi dan gencar dalam mengingatkan, Pentingnya ibadah dan pentingnya menjauhi larangannya bukan atas dasar surgawi tapi guna kehidupan duniawi yang lebih terjaga dan terhindar dari lubang kesesatan yang akhirnya hanya menjerumuskan kita (manusia) pada kesengsaraan.

Jika kita menganggap generasi sekarang adalah "Generasi Emas 2045", tentunya kita harus dukung daya pikir dan logika namun juga tidak meninggalkan kesucian batin dan pikirannya, sehingga dijauhkan dari kesesatan "keinginan" yang hanya menguntungkan pribadi, famili, atau kelompok.

Gaya hidup itu penting selagi membantu memudahkan aktivitas manusia, pendidikan yang luas bukan hanya agama membantu manusia dapat mengikuti arus perkembangan zaman, pengentasan kemiskinan harus di pertontonkan. 

Dan agama sebagaimana masyarakat kita menjunjung tinggi akan nilai-nilai di dalamnya serta berpegang teguh akan budayanya. Haruslah mengantarkan pada pencerahan sebagaimana Nabi kita ajarkan dan Allah perintahkan.

Sebagai penutup, mungkin kita harus lebih jujur dan berkemajuan dalam beragama. Lebih mementingkan ibadah sosial, serta kesejahteraan umat. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun