Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I
Refleksi Guru untuk "Bertobat" dan Memanusiakan Manusia dalam Film Budi Pekerti
Hal ini tercermin dalam kisah Bu Prani, seorang guru yang mempraktikkan metode refleksi dengan hukuman "gali kubur" bagi murid yang bertengkar. Namun, ironisnya, metode ini malah menciptakan efek yang tidak diinginkan atau mungkin dianggap "tidak normal".
Bu Prani akhirnya menyadari konsekuensi dari tindakannya ketika Gora, salah satu muridnya, mengungkapkan dampak negatif dari hukuman tersebut.Â
Melalui percakapan itu, Bu Prani mulai menerima kekurangannya dan mengakui bahwa metodenya mungkin tidak sepenuhnya tepat.Â
Kisah ini menyoroti pentingnya kritik konstruktif dan kemampuan untuk menerima kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Guru yang mampu mengakui kekurangannya dan bersedia untuk belajar dari pengalaman dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi murid-murid mereka.Â
Selain itu, kesediaan untuk bertindak dengan integritas, bahkan jika itu berarti menghadapi konsekuensi yang sulit, merupakan tindakan yang mulia dan patut dihargai dalam dunia pendidikan.
Ini menggugah guru untuk lebih kritis terhadap metode pengajaran yang digunakan, serta untuk lebih terbuka terhadap umpan balik dan perubahan yang diperlukan. Hanya dengan sikap guru untuk tidak merasa paling benar, guru dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mempromosikan pertumbuhan dan kesejahteraan bagi semua yang terlibat di dalamnya.
Cermin pengakuan kesalahan seorang guru
Keputusan yang diambil oleh Bu Prani adalah suatu pencerminan yang mendalam bagi kita semua. Ia menghadapi dilema di era klarifikasi ala media sosial, apakah harus membuka diri dan menceritakan semua pengalaman hanya untuk mendapatkan kepercayaan publik, padahal mereka cenderung percaya pada narasi yang mereka inginkan semata.
Dalam era disruptif saat ini, tekanan untuk tampil sempurna dan tanpa cela bisa sangat kuat. Namun, kisah Bu Prani mengajarkan kita bahwa integritas dan kejujuran tetaplah penting, meskipun itu berarti menghadapi konsekuensi yang sulit.Â
Ia memilih untuk mengungkapkan kekurangannya, bukan untuk mendapatkan simpati atau pujian, tetapi karena ia menyadari bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.
Tidak semua yang kita alami perlu dibongkar dan diceritakan kepada publik. Namun, ketika kita berada di persimpangan antara mengorbankan kejujuran kita atau mempertahankannya, kita harus memilih yang kedua.Â