Studi di UIN Jogja dan kini bertugas di Pekanbaru. Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka. Peraih Best Teacher dan KOTY 2024.
Dosa Ekologis saat Ramadan, Sudahkah Kita Diet Sampah?

Ramadan selalu membawa suasana yang berbeda. Jalanan yang biasanya lengang di sore hari, tiba-tiba dipenuhi oleh lautan manusia yang berburu takjil. Pedagang kaki lima, pasar kaget, hingga atau Bazar Ramadan berlomba menawarkan aneka hidangan berbuka maupun sahur.
Fenomena yang kini populer dengan istilah war takjil ini seakan menjadi kebiasaan bagi banyak orang --- bahkan bukan hanya mereka yang berpuasa tetapi juga siapa saja non-muslim yang tergoda oleh ragam hidangan lezat.
Namun, dibalik kemeriahan tersebut ada satu ironi yang kerap terlupakan. Apalagi kalau bukan jejak sampah yang ditinggalkan.
Plastik-plastik pembungkus makanan tercecer. Gelas plastik bekas es buah atau kopi susu menumpuk di tempat sampah. Terkadang bahkan berserakan di trotoar atau selokan. Kertas pembungkus gorengan, kantong kresek dari pedagang kaki lima, hingga styrofoam dari makanan siap saji menjadi saksi bisu bagaimana budaya konsumsi selama Ramadan meningkat drastis.
Sayangnya, peningkatan ini tidak selalu diiringi dengan kesadaran untuk mengelola sampah dengan bijak.
Padahal jika ditilik lebih dalam, fenomena ini bisa bertolak belakang dengan esensi Ramadan itu sendiri. Bulan suci seharusnya menjadi momentum untuk menahan diri bukan hanya dari lapar dan dahaga tetapi juga dari perilaku konsumtif yang hasilkan sampah berlebihan.
Ironisnya banyak orang justru tergoda untuk membeli lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Biasanya hanya karena lapar mata saat berburu takjil. Akibatnya, bukan hanya makanan yang terbuang sia-sia tetapi juga limbah kemasan yang kian menumpuk.
Maka di tengah semaraknya war takjil dan euforia berburu hidangan berbuka, ada baiknya kita meluangkan sedikit waktu untuk berpikir. Sebab, sampah yang kita tinggalkan hari ini adalah warisan yang akan tetap ada, bahkan setelah Ramadan usai.
Diet Sampah di Bulan Ramadan, Mungkinkah?
Keinginan untuk melakukan diet sampah sebenarnya ada. Kita ingin mengurangi plastik, meminimalisir pemborosan, dan lebih ramah terhadap lingkungan. Namun, kenyataan di lapangan sering berkata lain.
Pedagang takjil masih mengandalkan plastik sebagai wadah pembungkus, makanan cepat saji menawarkan kemasan sekali pakai, dan pasar tradisional cenderung beralih ke kemasan yang tak ramah lingkungan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025