Waspada, Ngabuburit Tak Syar'i Lagi
Saat ini, siapa lagi yang tidak kenal dengan istilah 'Ngabuburit'?
Tradisi ngabuburit memiliki akar yang kuat dalam budaya masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia. Kata "ngabuburit" sendiri berasal dari bahasa Sunda, yang secara harfiah berarti "mengisi waktu menunggu berbuka puasa". Meskipun istilah ini mungkin lebih dikenal di wilayah Jawa Barat, namun praktik serupa juga dilakukan di daerah-daerah lain dengan berbagai nama dan variasi kegiatan.
Ngabuburit ini, biasa diisi dengan beragam kegiatan. Ada yang mengisi ngabuburitnya dengan sekedar jajan takjil, menonton TV, menikmati pemandangan alam, membaca buku, tadarusan bahkan ada yang sambil olahraga. Dan yang marak terjadi saat ini adalah, ngabuburit sambil kumbul bersama keluarga, teman dan saudara. Kalau saya sendiri, ngabuburit sambil menulis.
Dari ngabuburit bersama 'Pun' muncul kebiasaan yang bisa jadi keluar dari koridor keislaman. Ngumpul ngabuburit tidak lagi sekedar untuk menanti buka puasa tapi kadang digunakan muda-mudi untuk saling melepas rindu. Atas dalih ngabuburit mereka meninggalkan rumah lalu ketemuan dengan lawan jenis sambil menanti buka puasa dan setelahnya sering ditemukan muda-mudi bukannya lanjut sholat magrib tapi mereka lanjut bergaul, bersentuh-sentuhan dengan lawan jenis hingga menimbulkan syahwat.
Naudzu Billahi Min Dzalik.
Padahal jika ingin menggali manfaat dari ngabuburit, kita bisa menemukan banyak makna dan pesan moral.
Lebih dari sekadar mengisi waktu menunggu berbuka puasa, ngabuburit juga mengandung makna dan pesan moral yang dalam. Asal dilakukan dengan niat yang baik. Beberapa pesan moral yang dapat dipetik dari tradisi ngabuburit antara lain:
Kebersamaan dan Solidaritas: Ngabuburit menjadi momen untuk memperkuat ikatan sosial antarindividu, keluarga, dan komunitas. Kebersamaan dan solidaritas dalam berbagi waktu dan makanan menguatkan hubungan sosial yang harmonis.
Sabar dan Kehangatan: Menjalani ibadah puasa membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Ngabuburit mengajarkan arti pentingnya sabar dalam menanti waktu berbuka, sambil tetap menjaga kehangatan dalam berinteraksi dengan sesama.
Kepedulian Sosial: Berbagi takjil kepada sesama yang membutuhkan juga mengajarkan nilai kepedulian sosial. Tradisi berbagi makanan saat ngabuburit memperkuat rasa empati dan kepedulian terhadap orang lain.
Dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan dan penuh makna, tradisi ngabuburit tidak hanya menjadi momen untuk menunggu waktu berbuka puasa tiba, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan, meningkatkan kebersamaan, dan memperdalam nilai-nilai keagamaan dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ngabuburit bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi juga sebuah pengalaman yang kaya akan makna dan keberkahan.
Dan satu hal yang pasti, ngabuburit jangan dijadikan ajang menambah dosa.