Saat sedang sendirian, lebih suka menikmati waktu untuk berimajinasi, melamun dan menyendiri.
Pelajaran Bersyukur dari Ibu Saat di Titik Terendah
Saat mengalami musibah, atau berada di titik terendah, pernahkah kamu merasa bersyukur atau justru mengumpat, menyalahkan nasib yang tak beruntung, hingga terkadang mempertanyakan kepada Tuhan kenapa kesialan terus saja mengikuti.
Tak ada ketetapan waktu untuk bersyukur, namun seringkali kita mendengar orang-orang bersyukur justru ketika mendapat nikmat atau kebahagiaan. Katanya dengan bersyukur, maka akan dilapangkan dada dan diberkahi segala urusannya.
Lalu, bagaimana jika bersyukur saat mengalami musibah? Beruntung sekali aku memiliki ibu yang memiliki rasa syukur berlimpah. Ceritanya suatu hari keponakan mengalami kecelakaan, ada beberapa luka ringan di lengan dan kaki. Ketika ibu mendengar kabar itu, justru yang diucapkannya adalah Alhamdulillah bukan bacaan saat mendapat musibah atau memarahi keponakan yang tidak hati-hati.
Bagi ibu, ucapan hamdallah jadi cara beliau untuk bersyukur karena keponakan masih diberikan keselamatan. Katanya, luka juga tak seberapa dibandingkan kecelakaan motor pada umumnya. Belajar bersyukur dari ibu membuatku merasakan makna hidup sebenarnya membuat kita jadi lebih terbebas dari segala tekanan duniawi, hari-hari jadi lebih ringan tanpa beban.
Belajar Bersyukur dari Ibu
Terdapat berbagai ujian kehidupan yang pernah ibu alami sejak kecil, mulai dari saudara kandung yang selalu memusuhinya tanpa sebab, sering mengalah, dibenci saudara iparnya, hingga dijodohkan dengan suami keras kepala dan kaku sampai ibu tak pernah bisa pergi kemana pun semasa hidup bapak.
Tapi di balik semua kisah hidupnya, ibu tetap memilih bersyukur. Katanya, "jika saudara kandung tak memusuhi, mungkin ibu tak pernah tahu maknanya sabar. JIka bapak berbaik hati memberikan uang setiap habis panen, mungkin ibu tak pernah tahu maknanya kerja keras itu bikin kita lebih kreatif dan berdaya."
Bagaimanapun kondisinya, ibu selalu berusaha bersyukur meskipun bagiku seperti nasib sial yang harusnya tak didapatkan orang sebaik dan sesabar ibu, tapi ternyata reaksinya justru berbeda. Dari bersyukur, ibu belajar membuka hati, melapangkan dada yang membuatnya jadi perempuan tangguh luar biasa.
Semenjak kecil, aku memang ditinggal ibu bekerja membuat kasur dari kapuk. Terkadang malam hari harus lembur menyelesaikan yang belum dijahit, itu pun sebelumnya harus menidurkan bapak, agar tak dimarahi. Lalu diam-diam ibu akan pergi ke ruang tamu untuk menyelesaikan pekerjaan.
Saat itu, rasanya aku ingin marah. Bapak tak pernah membantu, justru seringkali marah, bahkan memberikan uang kepada ibu saja tak pernah. Tapi kata ibu, "Alhamdulillah, tetap disyukuri. Dari bapakmu yang nggak pernah ngasih uang, ibu jadi bisa belajar banyak hal. Bisa bikin kripik ini itu, opak ini itu, bikin jenang buah trus bisa dijual lagi,"
Begitulah rasa syukur ibu yang berlimpah, dari yang tak mendapat nafkah, justru baginya malah berkah. Tentu bukan sembarang orang yang bisa mengambil pelajaran syukur dari musibah atau saat titik terendah, karena nyatanya memang lebih mudah untuk menggerutu dan menyalahkan, kan.
Ramadan tahun ini aku juga ingin belajar bersyukur dari ibu, tentang apa saja dan bagaimana menjadi pribadi lebih baik. Karena rasa syukur itu nyatanya memang membuat rongga dada terasa lebih lega, menjalani hidup susah senang jadi kayak dipermudah. Kalau kamu, sudahkah bersyukur saat berada di titik terendah? ***