Sarung Bapak yang Tercuri
Ini bukan tentang sarung ustadz yang bolong atau sarung sutera yang mahal harganya ini hanya sarung buntut yang kukenang saat aku kecil senang bila bapak mengenakan sarung itu, gagah dan sangat aku menaruh hormat, hingga waktu aku khitan bapak membelikanku sarung yang sama dengan kepunyaan bapak tetapi warnanya beda hangat bila dipakai sama kepunyaan bapak.
Sarung buat kami bukan hanya untuk alas tidur saja atau teani waktu ngepos ronda tetapi juga sebagai sarana untuk alat beribadah kami sholat d masjid berjamaan dan juga mengaji juga sehari-hari kami pakai karena daerah kami di bukit menoreh kadang subuh dan sore hari udaranya dingin maka kami memakainya untuk mengusir hawa dingin ini juga karena kebanggan kami atas sarung ini bukan merk tetapi manfaatnya yang kami tidak bisa kami utarakanjumlahnya.
Lucunya bapak selalu membeli sarung dengan motif dan merek yang sama dan warna yang hampir mirip sama dan malah sama sekali sama.
Sarung yang tercuri
Bapak bila hari raya tiba selalu ada yang memberi terutama ketika hari raya idul firti dan hari raya idhul ada ada yang memberi dari teman, saudara dan bahkan dari bapak kepala sekolah tempat bapak mengajar itulah yang membuatku semakin senang karena bapak bila mendapat lebih dari satu salah satunya diberikan padaku sehingga aku bisa memakainya sambil agak sombong sarungku selalu baru.
Sore itu bapak baru pulang kerja banyak orang berteriak maling, ibu kaget karena arahnya dari rumah kami sungguh ibu yang baru membuat masakan untuk berbuka puasa spntan juga berteriak maling karena ikut orangberteriak tadi bapak yang baru menyandarkan sepeda motor bututnya juga kaget melihat sekelompok orang berlarian kearah rumahnya dan lari menegjar seseorang yang lari sambil membawa sesuatu.
"sarung bapak dicuri " kata ibu pada bapak
" mencuri sarung ? " tanya bapak lagi pada ibu aku mendengar orang riuh sudah ke depan rumah dan membawa serang pencuri pada bapak mukanya sedikit lebam dan bapak jadi iba
" kok begini?" tanya bapak
"dia mencuri sarung bapak " kata seorang pemuda dengan lantangnya.
"sabar-sabar" kata bapak sambil melihat sang maling