Amidi
Amidi Dosen

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Awal Ramadhon Sudah Berharap Memperoleh THR Akhirnya Hanya Bingkisan Didapat

22 Maret 2024   07:21 Diperbarui: 22 Maret 2024   07:26 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Awal Ramadhon Sudah Berharap Memperoleh THR Akhirnya Hanya Bingkisan Didapat
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Menurut saya, cara pembayaran ini tergantung unit bisnis atau institusi/lembaga yang akan mengeluarkan/membayar THR itu sendiri, bisa juga waktu-nya disamakan dengan karyawan muslim, bisa juga sesuai dengan hari raya non muslim. Barang kali sesuai dengan kondisi dan kesepakatan antara pemberi kerja dengan penerima kerja.

            Ada Hanya Bingkisan.

Berdasarkan data, saya belum mendapatkannya, berapa banyak unit binis atau institusi/lembaga yang belum/tidak memberikan THR, sepertinya sulit mendapatkan data valid tentang persoalan yang satu ini. Namun berdasarkan pantauan dilapangan,  ada yang belum/tidak memberikan THR, ada yang memberikan THR sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan, ada yang memberikan THR satu kali take home pay, ada yang memberikan THR dua kali atau lebih take home pay, dan ada juga yang  tidak memberikan THR, atau memberikan THR hanya berupa "bingkisan" saja, yang isi-nya berupa sembako, sagu, gandum, gula dan beberapa makanan lainnya.

Bingkisan tersebut, bila dinilai dengan uang, jelas tidak sama dengan nilai satu bulan gaji/upah yang telah digariskan tersebut. Kemudian, jika bingkisan yang diberikan kepada karyawan, sebenarnya tidak bisa dinamakan THR atau tidak bisa disamakan dengan THR, karena THR itu sebenarnya melekat pada komponen kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan. Mungkin tidak berlebihan, kalau dikatakan bahwa bingkisan yang diberikan kepada karyawan tersebut hanya berupa pemberian biasa saja, tidak ada kaitannya dengan THR.


Dengan demikian, di awal bulan Ramadhon karyawan sudah berharap akan mendapatkan THR, eh! pada akhirnya mereka hanya memperoleh bingkisan semata.

 Karyawan yang merupakan bagian integral unit bisnis atau institusi/lembaga tempat merek bekerja tentu tidak bisa berbuat banyak. Seandainya, unit bisnis atau institusi/lembaga yang hanya memberikan bingkisan tersebut ditanya; apakah saudara sudah memberikan THR kepada karyawan/pegawai? Biasanya unit bisnis atau institusi/lembaga tersebut akan menjawab "sudah". Begitu juga dengan karyawan, bila dilontarkan pertanyaan yang sama, mungkin mereka pun akan memberikan menjawaban yang sama, karena mereka takut, karena  mereka berada pada posisi yang lemah.

            Sebaiknya Bagaimana?

           

Bila dirunut, persoalan THR ini, sebenarnya sederhana saja, karena ia merupakan salah satu komponen kompensasi yang akan diberikan unit bisnis atau institusi/lembaga tempat karyawan "mengabdikan diri".

Dengan demikian, sebenarnya, unit bisnis atau isntitusi/lembaga tersebut sudah selayaknya pada saat menyusun anggaran pendapatan dan belanja/pengeluaran memasukkan komponen THR tersebut.  Bila sudah dimasukkan dalam anggaran, maka pada saatnya hanya tinggal mengeluarkan/membayar saja.

Bila perlu dalam menyusun anggaran tersebut melibatkan serikat pekerja yang ada pada unit bisnis atau institusi/lembaga mereka, disanalah dengan duduk bersama akan terjadi kesepakatan, hanya yang perlu diingat itu adalah beasaran THR yang digariskan satu bulan gaji/upah. Jika unit bisnis atau institusi/lembaga merasa mampu, bisa saja disepakati satu kali take home pay atau kesepakatan lainnya dengan tidak mengesampingkan ketentuan yang sudah digarskan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun