Hikmah Psikologis Puasa
Lapar dan Keinginan
Diketahui, tidak ada pengaruh lapar dalam mengobati keinginan-keinginan serta tubuh yang menderita sakit. Para ilmuwan Eropa mengunakan puasa sebagia terapi pengobatan penyakit ini.
Berkaitan dengan hal ini, dr. John Dart mengatakan, "Kaum agamawan telah lebih tahu keutamaan lapar. Lalu dijadikan lapar sebagai dasar keyakinan mereka. Seseorang dalam keadan lapar, keinginan akan meningkat tajam, kokoh melebihi gunung, dan lebih terang dari pada bintang. Dengnan demikian, rahasia puasa tampak nyata bagi orang orang terdahulu daripada kini. Mereka berjuang sepenuh jiwa tanpa mengenal bosan dan lelah, mereka taklukan negeri-negeri dan mengalahkan musuh. Semua itu karena pada diri mereka tumbuh keinginan dan harapan serta keyakinan kuat.
Puasa dan Kesehatan Jiwa
Menurut sebagian peneliti, "Status manusia berada diantara binatang dan malaikat. Manusia tidak lebih baik daripada binatang kecuali dengan cahaya akal, juga tidak lebih rendah daripada malaikat kecuali jika menempuh jalur syahwat. Jika manusia terbenam menuruti kehendak nafsu, ia condong kepada binatang, namun jika mampu melawan, jiwanya akan meningkat mencapai derajat malaikat.
Kala orang yang melaksanakan puasa meninggalkan makan dan minum, ia menjauhi tabiat bumi yang termanifestasi dalam kebutuhan-kebutuhan fisiknya. Kebutuhan-kebutuhan fisik inilah yang menghalangi laju pertumbuhan jiwa menuju alam cahaya.
Ironisnya, kita tidak tahu ada apa dibalik puasa. Yang kita tahu kalau puasa adalah meninggalkan makan dan minum di siang hari, lalu semua yang tidak bisa kita dapatkan di siang hari itu, kita bisa mendaptkan gantinya di malam hari.
Artinya, kita berpuasa tidak mencuci untuk jasmani dan menyuburkan ruhani, tapi baru sebatas gugur kewajiban. Manusia adalah jiwa dan raga . Dr. Yusuf Qaradhawi mengatakan "Manusia adalah jiwa yang tinggi, dan raga yang rendah. Raga dalah rumah dan jiwa adalah penghuninya."
Raga ibarat kendaraan, dan jiwa adalah pengemudinya. Rumah didesain tidak untuk rumah itu sendiri, demikian pula kendaraan tidak untuk dirinya. Namun rumah didesain untuk kemaslatan penghuninya, dan kendaraan untuk kemanfaatan pengemudinya.
Anehnya, betapa banyak keturunan Adam yang melalaikan dirinya, dan lebih memedulikan rumahnya; menjadikan dirinya sebagai pelayan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, dan melalaikan jiwanya; menghamba pada raga, hanya demi raga bekerja; beraktifitas hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik duniawi, di seputar perut dan syahwat.