Ana Dwi Itsna Pebriana
Ana Dwi Itsna Pebriana Editor

Mahasiswi baper dan doyan curhat

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa: Razia dan Berburu Pahala Surga

21 Mei 2019   14:02 Diperbarui: 21 Mei 2019   14:31 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa: Razia dan Berburu Pahala Surga
dalamislam.com

Ramadhan tiba..

Ramadhan tiba..

Tiba-tiba Ramadhan..

Tiba-tiba Ramadhan.. 

Umat muslim akan bersuka cita kala menyambut bulan suci Ramadhan. Menyiapkan berbagai macam panganan untuk disediakan dan dinikmati bersama keluarga. Hal ini tentu wajar, karena Ramadhan hanya datang sekali dalam setahun. Maka tak heran kehadirannya akan disambut dengan penuh kegembiraan dan berbagai macam persiapan.

Ungkapan Marhaban yaa Ramadhan sebagaimana yang sering digaungkan, memiliki makna filosofis yang sering kali terabaikan. Ungkapan tersebut bermakna kesiapan mental seorang hamba dalam menyambut bulan yang begitu diagungkan ini. Kesiapan mental yang tidak hanya mencakup keberanian dalam menahan lapar dan dahaga kala terik mendera, tapi juga seberapa mampu seseorang dalam menjaga lisan dan perbuatannya dari perilaku tercela.

Memasuki bulan Ramadhan, banyak rumah makan yang berlibur sejenak. Tidak berjualan sejak pagi hingga siang hari dengan tujuan menghormati yang tengah berpuasa. Mereka biasanya akan kembali buka pada sore atau malam hari. Tapi, tidak semua pemilik rumah makan melakukan hal yang sama.

Ada juga yang tetap buka dengan cara sembunyi-sembunyi, memasang tirai di setiap sudut bangunan agar menu-menu yang disajikan di dalamnya tak terlihat dari luar. Agar orang-orang tetap mengira bahwa si pemilik rumah makan masih menghormati mereka yang berpuasa.

Namun pada kenyataannya, usaha tak selalu mulus sesuai rencana. Aparat yang sudah geram seakan tak segan lagi untuk menggerebek rumah makan yang nekat membuka usahanya. Hingga razia di siang bolong marak terjadi. Bentrok disertai adu mulut antara pemilik rumah makan dan aparat pun tak bisa dihindari. Begitulah fenomena yang sering kita lihat ketika memasuki bulan ini.

Keputusan mereka untuk tetap buka pada siang hari seakan menjadi bentuk perlawanan dan belas kasihan. Perlawanan pada aturan yang ditetapkan di daerah misalnya, dan belas kasihan pada orang-orang yang tidak berpuasa. Karena merekabutuh pemasukan dan orang yang tidak berpuasa juga berhak makan di jam-jam yang mereka butuhkan.

Orang yang membuka rumah makan di siang hari pada bulan Ramadhan dianggap tidak menghormati mereka yang berpuasa. Menodai kesucian bulan yang memiliki banyak keutamaan. Membuka peluang bagi yang lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Tuhan.

Bila orang yang berpuasa merasa berhak untuk menggerebek rumah makan yang buka di siang hari, lantas bagaimana kabarnya dengan orang miskin yang kelaparan bahkan ketika bukan bulan puasa sekalipun?

Mereka hanya bisa mengisap jempol ketika melihat kita dengan lahapnya menikmati berbagai sajian yang lezat. Sepertinya mereka lebih berhak untuk menggerebek kita dengan alasan lapar. Sementara kita yang berpuasa, apa alasannya untuk menggerebek rumah-rumah makan? Lapar juga?

Membuat aturan untuk merazia rumah makan selama Ramadhan seharusnya tidak mengikutsertakan agama di dalamnya, karena Islam tidak pernah sama sekali mempersoalkan tempat-tempat makan harus ditutup dengan alasan agama. Islam hanya mengajarkan agar kita bisa menghormati sesama.

Menghormati orang yang sedang berpuasa mungkin dimaknai oleh sebagian orang dengan 'jangan menggoda orang yang sedang berpuasa'. Jika kaitannya dengan godaan selama bulan puasa, tentu rasanya tidak pas jika hanya menitikberatkan pada rumah makan saja.

Jika memang mau, kita bisa dengan mudah menemui minuman dingin, snack, dan sebagainya, di warung kecil atau toko kelontong hingga supermarket yang bertebaran di pinggir jalan. Tentunya kita juga yakin bahwa meskipun ada orang yang makan di hadapan kita, tidak akan membuat kita tergoda apalagi memutuskan untuk membatalkan puasa. Bukankah begitu?

Hal yang harus kita pahami bersama bahwa puasa bukan ajang untuk kita berburu pahala surga semata. Bukan ibadah yang selamanya harus dihormati oleh mereka yang tidak menjalankannya. Mereka pun punya cara tersendiri dalam menyikapi toleransi. Atau jangan-jangan, selama ini kita berpuasa hanya karena ingin dihormati dan dipuji bukan semata ingin mencari ridha Ilahi.

Semoga puasaku, puasamu, dan puasa kita betul-betul ikhlas karena menjalankan perintah agama. Mengharapkan berbagai kebaikan dari Allah semata. Menjadi sarana penambah kesyukuran pada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun