Seorang pemuda yang sedang mencari sisi normatif dan kepastian hukum untuk menjawab teka-teki keadilan.
Sebuah Refleksi: Ramadhan dan Palestina
Oleh: Anan Mujahid
Sebagai bentuk keyakinan atas prinsip-prinsip tauhid, menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan bagi umat Islam merupakan suatu keharusan. Karena, telah dijelaskan dalam Q.s Al-Baqarah Ayat 183, "wahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Bulan ramadhan, merupakan bulan istimewa yang sangat dinantikan bagi seluruh umat Islam di dunia, karena terdapat banyak kemuliaan yang diberikan jika dikerjakan. Secara normatif dalam hukum Islam, terdapat makna linguistik puasa yaitu "al-imsak" yang berarti menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan ataupun mengurangi nilai puasa. Tentunya, selain menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai pada waktu berbuka. Adapun hal lainnya, yaitu mengendalikan hawa nafsu dan merupakan suatu tuntutan bagi umat Islam untuk mengalahkan hawa nafsunya.
Bulan ramadhan merupakan kesempatan bagi umat Islam agar meningkatkan amal ibadah. Ketika mengerjakan amalan Sunnah, pahalanya sama dengan amalan wajib dan ketika amalan wajib dikerjakan, pahalanya setara dengan melaksanakan ibadah wajib 70 kali di luar bulan Ramadhan. Selain itu pula, lintas sejarah peradaban Islam pada 17 Ramadhan, ada malam Nuzulul Qur'an dan pada beberapa malam terakhir, adapun malam Lailatul Qadr hingga sampai pada hari kemenangan (Idul Fitri).
Terlepas dari beragam tafsiran teologis tentang berpuasa di bulan ramadhan, sekiranya ada suatu hal yang perlu dijadikan sebagai suatu renungan bersama, yaitu nasib saudara/i kita di Palestina yang sedang mengalami gejolak tanpa henti, sembari mereka menunggu kepastian hukum dari perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Pada 1 Maret 2024, Menteri Warisan Israel, Amichai Eliyahu, membuat suatu pernyataan yang sangat kontroversial dengan menyerukan agar bulan ramadhan dihilangkan.
Berdasarkan laporan terakhir dari pemberitaan al-jazeera pada 8 Maret 2024, jumlah korban sudah mencapai 30.717 orang tewas dan 72.156 lainnya mengalami luka-luka. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian bersama, karena mengingat saudara/i kita di Palestina merayakan bulan ramadhan dengan penuh ketegangan.
Al-Quds, Solidaritas Membela Palestina
Pada Jum'at terakhir bulan Ramadhan, hari Al-Quds merupakan suatu ide yang dipelopori oleh pendiri republik Islam Iran Imam Khomeini r.a. sebagai bentuk solidaritas kepada Palestina. Terlepas dari beragamnya aliran kepercayaan dalam Islam, berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Memperingati hari Al-Quds tentunya, merupakan kewajiban setiap manusia yang jiwanya menuntut kebenaran dan keadilan sesuai dengan fitrahnya. Dan, Menyuarakan pembebasan untuk Palestina bukan hanya milik umat Islam.
Sesungguhnya Palestina adalah negeri terakhir yang disucikan setelah Mekkah dan Madinah, maka mempertahankannya adalah suatu keharusan. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Khomeini r.a. : "Jangan ancam kami dengan kelaparan, karena kami putra ramadhan. Jangan ancam kami dengan perang dan kematian, karena kami putra Muharram".
Olehnya itu, terlepas dari apapun keyakinan yang dimiliki. Sekiranya pada Jum'at terakhir bulan ramadhan nantinya, perlu sekiranya memperingati hari Al-Quds dengan bermunajat kepada sang rabbi maupun gerak lainnya, untuk membuka mata dunia Internasional bahwa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan palestina tidak boleh ada kompromi. Karena mengingat, sejauh ini persoalan kemanusiaan di Palestina belum terselesaikan karena anomali yang terjadi di dunia Internasional dan persatuan umat Islam yang telah dipenjarai oleh ego. Mari merenung bersama!