Perempuan Berkalung Sorban, Sebab Wanita Harus Mampu
Masih ingat beberapa perempuan yang ikut berjuang bersama Rasul? Hal itu membuktikan bahwa perempuan juga memiliki kedudukan yang sama. Dan itu tidak dilarang oleh Rasul.
Sebagai seorang istri, wanita memang harus melayani suami dengan baik, mengutamakan keluarga, berbakti, dan taat pada suami. Namun, bukan berarti harus tunduk dan mengalah, menerima semua perlakuan suami hingga yang menyakitkan jiwa dan raga.
Perempuan memang harus mengabdi dan taat pada suami, selagi suaminya itu tidak melawan agama atau menyalahi aturan agama.
Rasulullah pun telah mencontohkan bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik, lho, terlebih kepada istri. Jika mengaku sebagai pemeluk Islam yang baik, terlebih jika kehidupannya berlatarbelakang pesantren, seharusnya lebih mengerti dan paham ajaran-ajaran Islam yang baik, to?
Di sisi lain, wanita sebagai madrasatul ula, madrasah pertama bagi anak-anaknya, seharusnya memiliki kemampuan yang lebih. Wawasannya harus luas. Pemikirannya jauh ke depan untuk mempersiapkan anak-anaknya menjadi generasi terbaik.
Sebagaimana diungkapkan oleh seorang penyair dalam bait syairnya diambil dari syaikh Shaleh al-Fauzan dalam kitab "Makaanatul mar-ati fil Islam"
"Al-ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq."
"Ibu adalah madrasah yang pertama bagi anaknya, jika kamu menyiapkannya dengan baik, berarti kamu menyiapkan lahirnya sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya."
Dalam konteks inilah Rasulullaah menyerukan kepada keluarga khususnya para Ibu untuk menjadi sekolah bagi anak-anaknya. Pendidikan kepada anak harus diberikan sejak dini, terutama pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar untuk membentuk kepribadian anak.
Adapun pendidikan yang harus diajarkan kepada anak antara lain pelajaran mengaji, akidah, ibadah, dan akhlak. Oleh sebab itu, sosok ibu harus terus belajar meningkatkan kemampuan diri, agar dapat membimbing dan membesarkan anak-anak. Tentunya dengan didampingi suami atau ayah supaya terbentuk anak yang saleh dan salihah.
Itulah pendapat pribadi saya dan mengapa sampai sekarang masih terkesan dengan film tersebut. Selain karena pemerannya cantik dan tampan, pesan moral yang saya dapatkan sangat banyak. Bukan berarti setuju dengan Anissa yang memberontak ayahnya, saudara laki-lakinya, dan suaminya, tetapi pada kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh Anissa.
Saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan Anissa di film itu. Dengan membagikan buku kepada santriwati lain, dia berharap agar pemikiran mereka ikut maju dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Sebab tantangan hidup di luar pesantren akan lebih besar dan membutuhkan persiapan lebih untuk menghadapinya.