Arai Amelya
Arai Amelya Freelancer

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Kenangan Ramadan Sepanjang 2.000 Kilometer

2 April 2023   11:58 Diperbarui: 2 April 2023   12:13 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan Ramadan Sepanjang 2.000 Kilometer
foto: Megan Capewell/UNSPLASH

Pelangi engkau pelangi, sampaikan salamku ini

Kepada kekasih hati, pada siapa kuberjanji

(Koes Plus - Pelangi)

Sayup-sayup suara Yon Koeswoyo terdengar dari dalam mobil Daihatsu Zebra 1.3 kami. Aku tak ingat sudah berapa kali lagu itu diputar semenjak mobil ini bertolak dari Malang, Jawa Timur kemarin, lalu hingga sekarang sudah menelusuri jalan tol menuju Pelabuhan Merak.

Aku masih menatap langit senja dari jendela Zebra yang terbuka. Ayah sengaja mematikan AC saat kami hampir tersesat karena kehabisan bensin di ibukota Jakarta. Ya, itu adalah kunjungan pertamaku ke Jakarta meskipun hanya sekadar dilewati saja. Kudengar kakak laki-lakiku yang duduk di kursi paling belakang menggeliat, tanda dia sudah terbangun. Sepasang mata Ibuku melihat dari kaca spion tengah dan tersenyum pada kami.

"Kita nyebrang dulu ke Bakauheni. Nanti baru Ayah cari penginapan di daerah Kalianda terus kita makan,"

Aku mengangguk. Ini akan menjadi pengalaman pertamaku menaiki kapal laut.

Sebetulnya perjalanan ini adalah segala yang pertama bagiku.

Saat itu aku dan kakakku masih sama-sama duduk di bangku SD. Namun kedua orangtua kami yang berusia sekitar 30-40 tahunan itu mengutarakan rencana gilanya untuk melakukan road trip dari Malang menuju kampung halaman Ibuku di jorong Simaung, Nagari Nan Tujuah, Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat sana.

Hanya berempat (adikku saat itu belum lahir), kami mempersiapkan segalanya dari Malang. Menempuh perjalanan di pagi hingga sore hari, lalu ketika maghrib tiba langsung mencari penginapan terdekat. Beruntung kedua orangtuaku memang bisa mengendarai mobil, sehingga mereka silih berganti menjadi sopir. Namun karena kala itu penggunaan smartphone dengan sinyal internet belumlah menjadi sesuatu hal yang biasa, orangtuaku selalu membeli peta setiap kali kami singgah di kota baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun