Kenali Apa Saja yang Membatalkan Puasa
Saya teringat saat masih berusia anak-anak dulu, dimana banyak isu yang mengatakan bahwa begini dan begitu dapat membatalkan puasa. Setelah dewasa dan paham, ternyata itu hanya isu-isu belaka yang digelontorkan kepada anak-anak. Isu yang bagaimana? Misalnya dikatakan bahwa tidur siang dapat membatalkan puasa, atau menangis juga dapat membuat puasa tidak sah, dan lain-lain.
Nah, ternyata isu tersebut masih juga hinggap pada anak-anak sekarang. Mengapa saya kata begitu? Ketika saya mengajar di kelas delapan, kebetulan hari itu materinya tentang puasa. Jadi saya sampaikanlah hal-hal yang pernah saya dengar dulu waktu saya masih kecil, yang katanya ini dan itu dapat membatalkan puasa. Mereka merespon hal itu dengan sungguh, seolah apa yang saya katakan itu ya terjadi juga pada mereka.
Mengapa bisa terjadi begitu? Semua itu disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama, terkhusus pada materi puasa ramadan. Atau mungkin belum sampainya pembahasan materi tersebut kepada mereka. Baiklah, kita simak pemaparan berikut tentang apa saja yang dapat membatalkan puasa.
Makan dan minum dengan sengaja.
Ada kata "sengaja"-nya loh, ya. Artinya bahwa seseorang yang lupa bahwa dirinya sedang berpuasa, maka tidak mengapa, asalkan perbuatan makan atau minumnya tersebut segera diakhiri dan langsung berkumur-kumur. Lalu iapun dapat melanjutkan ibadah puasanya.
Muntah dengan sengaja.
Konsepnya sama dengan poin sebelumnya. Maka jika ia muntah dengan tidak sengaja, maka ia tetap boleh melanjutkan puasanya. Misalkan karena sakit, atau karena mabuk perjalanan saat dalam perjalanan. Oleh karenanya Allah subhanahu wa ta'ala memberikan rukhshah (keringanan) bagi orang yang sedang sakit dan safar (dalam perjalanan) untuk tidak mengerjakan puasa, dan harus menggantinya setelah bulan ramadan.
Haidh dan nifas.
Wanita yang sudah baligh tentu akan mengalami haidh/menstruasi setiap bulannya. Maka jika ia tengah berpuasa, lalu tiba-tiba dapat haidh, maka puasanya telah batal dan ia wajib menggantinya di hari yang lain. Nifas adalah darah yang keluar pada wanita setelah melahirkan. Maka dalam keadaan tersebut, tidaklah diperbolehkan melaksanakan ibadah puasa. Ia boleh menggantinya pada hari lainnya atau membayar fidyah.
Keluarnya air mani dengan sengaja.
Ini termasuk hadats besar, yang diharuskan mandi wajib dulu baru boleh mendirikan salat. Jika dalam keadaan berpuasa, maka ia wajib menggantinya di hari yang lain. Lalu bagaimana dengan pria yang mendapat "mimpi basah" saat tidur dan tengah berpuasa? Maka puasanya tetap sah karena hal itu bukanlah faktor kesengajaan.
Berniat membatalkan puasa.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw. dari Umar bin Khottob, "Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan." HR. Bukhari dan Muslim. Sebagian ulama mengelompokkan hal ini menjadi dua jenis niat, yaitu niat yang kuat dan niat yang ragu-ragu.
Niat yang kuat, misalnya ia dengan yakin akan makan siang, namun ia tidak mendapatkan makanan, maka puasanya telah batal, dan ia wajib menggantinya pada hari yang lain. Selanjutnya niat yang ragu-ragu, misalnya saat memulai puasa ia yakin akan menjalankan ibadah puasa, namun di tengah jalan muncullah niat yang masih ragu-ragu tersebut.
Dalam hal ini, niat yang masih ragu-ragu tersebut tidak membatalkan puasa. Merujuk pada hadis, "Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku atas dosa dari bisikan jiwa, selagi belum dilakukan atau belum diucapkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Berjima' (bersetubuh) di siang hari.
Pelaku perbuatan tersebut bukan hanya berkewajiban untuk menggantinya pada hari yang lain, melainkan mereka juga harus membayar kafaroh (denda), yaitu memberi makan 60 orang miskin.
Nah, kiranya pemaparan diatas dapatlah menjadi dasar dalam memahami batas-batas kapan dikatakannya seseorang telah batal puasanya.
Semoga bermanfaat