Menemukan Kata, Menentukan Makna
Dia membuka halaman yang masih dirasa kosong. Dia bertanya bagian mendatar, dia sendiri menjawab pertanyaan itu. Dia menulisnya dalam kotak-kotak putih. Ketika kata tidak tepat dalam kotak putih itu, matanya mulai melirikku, seolah melemparkan ketidakbisaannya itu dihadapanku. Ketika jawaban itu muncul dari mulutku dan benar, wajahnya menampakkan keceriaan dan kegembiraan.
Dia terus membaca dan bertanya, mencoba menjawab mendatar, menurun, mendatar menurun dan seterusnya. Ketika tidak bisa, lirikannya sudah pasti menandai sebuah perintah untuk membantu menjawab. Begitulah, buku teka-teki silang itu telah membawa kami pada rutinitas yang tak biasa. Menghabiskan waktu menjelang tidur, mengisi waktu menjelang berbuka, meluangkan waktu setelah sahur. Mengisi buku teka-teki silang menjadi rutinitas kami berdua.
Kenangan akan buku teka-teki silang itu seolah tak terlupakan. Saat puasa datang, saat Ramadhan tiba, kenangan itu semakin jelas menandai, bahwa kami berdua bisa menjadi sahabat setia.
Kini, buku teka-teki silang itu hilang ditelan zaman. Tidak ada lagi pedagang berjualan. Tidak ada lagi pabrik yang berani mencetak. Rugi jika mencetak, rugi jika berjualan. Buku teka-teki silang itu kini hadir dalam segenggam telepon pintar yang dikerjakan sendiri si empunya. Teka-teki silang menyisakan kesendirian dan berdiam diri dalam berbagai kesempatan.