Kampung Halaman Nan Tak Kunjung Padam
Kampung itu. Kenangan masa kecil begitu kuat. Di sebuah kampung, kehidupan dimulai dalam kebersamaan bersama sahabat tercinta. Meski harus usai dalam perjalanan panjang kehidupan, kenangan lama menguat tak kan pernah padam.
Apa yang begitu istimewa dari sebuah kampung halaman? Tidak ada pusat perbelanjaan, tidak ada makanan yang beragam, tidak ada permainan-permainan dalam layar penuh tantangan.
Kampungku hanya menyediaan kebersamaan untuk bisa bermain bersama. Saat itu, hanya bisa bermain petak umpet, bermain kelereng, bermain ketapel, bermain egrang, bermain gobak sodor, dan aneka permainan lain yang tidak perlu melibatkan kepala dan otak untuk berpikir dan persaingan untuk memenangkan setiap pertandingan.
Bermain bersama
Berlarian kesana- kemari dan bersembunyi, jangan sampai siapapun mengenal dan tahu kami. Persembunyian kami tidak boleh diketahui musuh kami. Begitulah, ketika kami bermain petak umpet.
Kami harus mengenal rumah kami, rumah tetangga kami, rumah-rumah yang ada di kempung kami. Kami begitu mengenal rumah-rumah mereka karena di sanalah kami harus menyembunyikan diri.
Di kampung nan kecil itu, kami bermain setiap hari. Setengah hari, sekolah mengajarkan kami untuk selalu cerdas, tetapi setengah hari kami bermain, dan itu banyak mengajarkan kami untuk fokus pada tujuan.
Bermain kelerang, bukan hanya kami berani beradu, mengambil keputusan kapan harus melontarkan kelereng, tetapi juga harus fokus pada sasaran yang dihendaki.
Bermain kelereng pun mengajarkan kami, bagaimana meraih kemenangan dengan fokus pada tujuan, fokus pada sasaran, dan berani mengambil keputusan.
Kesibukan saat liburan begitu beragam. Kami, anak-anak di kampung biasanya menghabiskan dengan membuat beragam permainan. Salah satu yang sering dibuat adalah egrang.
Kami membaut sendiri egrang. Semua sibuk, semua bekerja, sehingga egrang dengan segala macam ketinggian pun jadi. Setelah selesai, kami biasanya ke lapangan. Di sanalah kami berlomba-lomba beradu kecepatan. Biasanya menjelang berbuka kami baru selesai.
Namun, ada beberapa rekan kami yang mungkin tidak menyukai dengan egrang karena badannya yang agak gendut atau kakinya sakit. Meski mereka terus saja menjadi suporter, tetapi terkadang mereka juga membuat permainan sendiri, misalnya, ketapel.
Biasanya, selain kami membaut egrang ada di antara kami yang juga membaut ketapel. Ketika sebagian bermain egrang, rekan kami yang lain pun bermain ketapel.
Pada hari-hari tertentu, beberapa teman kami pun biasanya hunting, berburu dengan menggunakan ketapel. Menuju ke perbatasan kampung, mereka mencoba mendapatkan buruan.
Biasanya rekan-rekan kami ini berburu belalang. Seringkali rekan-rekan kami ini mendapatkan buruan yang begitu banyak, dan berbagi satu sama lain. Belalang ini biasanya akan digunakan untuk membaut sambal belalang yang biasanya kami santap bersama-sama saat kami makan malam.
Suasana malam
Karena kampung kami belum begitu ramai dan kami satu sama lain tinggal dalam rumah yang berdekatan, biasanya makan malam pun bisa dilakukan bersama-sama.
Kami membawa sepiring nasi, berkumpul di depan sebuah rumah, menggelar tikar, dan makan bersama apa adanya. Kami berbagi dengan makanan yang kami punya.
Setelah itu jika bulan begitu terang, kami bermain kembali sampai pukul delapan pertanda kami harus mulai belajar mempersiapkan esok hari.
Begitulah kebersamaan anak-anak di kampung kami. Saat itu kami menjalani kehidupan dalam kebersamaan dengan rekan-rekan kami. Permainan kami buat dan kami mainkan bersama.
Setelah itu, kami pun makan bersama dengan lauk tempe dan sambal belalang hasil buruan kami. Kami belajar bersama dengan terang cahaya lampu petromak atau lampu minyak senthir.
Kehidupan di kampung kami telah mengantarkan kami menjadi orang-orang perantau ke berbagai tujuan. Kini, kami satu sama lain terpisah jarak yang tak begitu dekat.
Namun, kenangan akan kampung halaman membuat kehidupan kami bangkit kembali. Kesederhaan, kebersamaan, dan keuletaan menjalani hidup dimulai ketika kami bermain dan hidup bersama di kampung itu.