Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo
Hermeneutika Al Quran Tema-Tema Kontroversial, Bacaan Filsafat di Bulan Ramadan
Seperti telah saya tulis di atas bahwa salah satu alasan saya membeli buku ini adalah karena adanya kata pengantar yang ditulis Prof. Amin Abdullah. Karena itu, bagian pertama yang saya baca adalah kata pengantar yang berjudul "Mendengarkan Kebenaran Hermeneutika". Disini, Prof. Amin langsung membetot perhatian pembaca dengan cerita seorang sufi bernama Darwis mengungkapkan suatu kebenaran di hadapan seorang Raja yang tidak siap menerima kebenaran itu sendiri. Ia kemudian mengkontekstualkan dengan kehidupan keseharian dimana tidak semua orang siap menerima suatu fakta kebenaran.
Menurut Prof. Amin dalam kesimpulan tulisannya, betapapun sakit telinga orang untuk "mendengarkan kebenaran hermeneutika", namun "kebenaran" itu tetap harus disampaikan, agar orang Islam tidak seperti burung onta yang ketika ada bahaya mengancam dirinya lalu segera memasukkan kepalanya ke dalam pasir dan sudah "merasa aman". Kesimpulan yang menurur saya sangat relevan dengan kondisi saat ini dimana banyak orang yang tidak berani mengungkapkan kebenaran akan suatu fakta yang sesungguhnya.
Sementara terkait substansi yang diangkat, saya melihat bahwa tema-tema kontroversial yang disampaikan Fahruddin Faiz merupakan tema-tema popular yang selama ini ramai diperbincangkan, misalnya mengenai "perkelahian pemaknaan seputar jargon kembali kepada Al Quran dan hadist", "kandungan Al Quran dan kritik originalitas," ataupun "Al Quran Produk Budaya".
Tema-tema kontroversial seperti yang diperbincangkan di atas, hingga saat ini tetap aktual dan menjadi perhatian masyarakat, meski menurut pengakuan Faiz "terlalu filosofis". Ia sendiri dapat memakluminya karena menurutnya setiap tulisan tidak terlepas dari konteks pemikirnya. Dan kerena ia mengambil pendidikan filsafat, maka pemikirannya pun lebih filosofis.
Bagi saya yang baru belajar mengenai hermeneutika, membaca buku ini seperti menambah wawasan baru tentang menafsirkan teks menjadi konteks. Saya seperti diajak untuk membuka ruang pemaknaan lebih luas lagi dan melihat bagaimana suatu teks dituliskan dan kemudian ditafsirkan, termasuk teks-teks dalam Al Quran..