Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo
Hermeneutika Al Quran Tema-Tema Kontroversial, Bacaan Filsafat di Bulan Ramadan
Fahruddin Faiz berseliweran di media sosial, khususnya di Tiktok, menampilkan pandangannya mengenai filsafat yang sebagian diambil dari kegiatan "Ngaji Filsafat". Video pendeknya ini menarik perhatian berbagai kalangan dan kehadirannya seolah mengagetkan, setidaknya bagi saya.
Dalam kurun waktu hampir setahun terakhir ini, video yang menampilkanSaya tidak mengenal pemikiran-pemikiran Fahruddin Faiz sebelumnya, selain membaca statusnya sebagai Dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Belakangan, saya baru mengetahui bahwa selain menjadi dosen dan pengisi acara "Ngaji Filsafat", Fahruddin Faiz juga adalah seorang penulis buku Hermeneutika Al Quran Tema-tema Kontroversial yang diterbitkan pada 2005. (Di buku yang saya baca dan diterbitkan oleh Kalimedia, Cetakan I 2015).
Buku yang ditulis 19 tahun lalu tersebut menarik perhatian karena terdapat nama Prof. Dr. Amin Abdullah, Rektor UIN Sunan Kalijaga 2001-2010 dan saat ini menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, sebagai penulis Kata Pengantar. Saat ini, beliau bersama saya sedang menyusun sebuah buku hermeneutika yang berjudul Hermeneutika Karya-karya Sukarno Menggali Falsafah Pancasila Melalui Surat, Pidato dan Tonil di Ende.
Meski buku Hermeneutika Al Quran Tema-tema Kontroversial sudah terbit pada 2005, namun baru beberapa waktu yang lalu saya mengetahuinya melalui toko online. Itu pun secara kebetulan. Saat sedang browsing di internet untuk mendapatkan ide cover buku hermeneutika yang sedang kami susun, saya melihat buku tersebut. Saya pun langsung memutuskan untuk membelinya secara online.
Setidaknya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa saya membeli buku tersebut. Pertama, judul bukunya menarik karena mencoba melihat tema-tema kontroversial dalam Al Quran melalui pendekatan hermeneutika.
Bagi mereka yang belajar filsafat, hermeneutika bukanlah sesuatu yang asing. Hermeneutika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna dari sebuah teks. Hermeneutika mencoba meletakkan teks dalam perspektif yang lebih substansial, lebih pada makna dalam sebuah teks atau yang biasa disebut intermining of the text sehingga ketika ia diungkapkan pasti melampaui makna-makna tekstualis literer ad hoc bahkan melampaui relasi teks dengan konteks atau kontekstualisasi teks.
Alasan kedua adalah substansi yang diangkat menawarkan diskusi hermeneutika Al-Qur'an atau ilmu memahami Al-Qur'an era modern-kontemporer.
Alasan ketiga adalah nama Prof. Amin sebagai penulis kata pengantar. Menarik untuk membaca pemikiran Prof. Amin tentang hermeneutika dan bagaimana perbandingannya dengan tulisan di buku Hermeneutika Karya-Karya Sukarno.
Ketika buku yang saya pesan tersebut akhirnya tiba di awal Maret 2024, maka saya pun menargetkan untuk menyelesaikan pembacaannya di bulan Ramadan ini. Saya berpandangan bahwa di bulan yang suci ini, salah satu cara terbaik untuk memaksimalkan ibadah adalah dengan membaca Al Quran dan hal-hal terkait tentang Al Quran, salah satunya adalah membaca buku tersebut.
Buku yang diambil dari tugas akhir pendidikan formal Fahruddin Faiz di UIN Sunan Kalijaga tersebut berisi sembilan bagian (cluster) dengan setiap bagiannya terdapat 3-5 artikel.
Seperti telah saya tulis di atas bahwa salah satu alasan saya membeli buku ini adalah karena adanya kata pengantar yang ditulis Prof. Amin Abdullah. Karena itu, bagian pertama yang saya baca adalah kata pengantar yang berjudul "Mendengarkan Kebenaran Hermeneutika". Disini, Prof. Amin langsung membetot perhatian pembaca dengan cerita seorang sufi bernama Darwis mengungkapkan suatu kebenaran di hadapan seorang Raja yang tidak siap menerima kebenaran itu sendiri. Ia kemudian mengkontekstualkan dengan kehidupan keseharian dimana tidak semua orang siap menerima suatu fakta kebenaran.
Menurut Prof. Amin dalam kesimpulan tulisannya, betapapun sakit telinga orang untuk "mendengarkan kebenaran hermeneutika", namun "kebenaran" itu tetap harus disampaikan, agar orang Islam tidak seperti burung onta yang ketika ada bahaya mengancam dirinya lalu segera memasukkan kepalanya ke dalam pasir dan sudah "merasa aman". Kesimpulan yang menurur saya sangat relevan dengan kondisi saat ini dimana banyak orang yang tidak berani mengungkapkan kebenaran akan suatu fakta yang sesungguhnya.
Sementara terkait substansi yang diangkat, saya melihat bahwa tema-tema kontroversial yang disampaikan Fahruddin Faiz merupakan tema-tema popular yang selama ini ramai diperbincangkan, misalnya mengenai "perkelahian pemaknaan seputar jargon kembali kepada Al Quran dan hadist", "kandungan Al Quran dan kritik originalitas," ataupun "Al Quran Produk Budaya".
Tema-tema kontroversial seperti yang diperbincangkan di atas, hingga saat ini tetap aktual dan menjadi perhatian masyarakat, meski menurut pengakuan Faiz "terlalu filosofis". Ia sendiri dapat memakluminya karena menurutnya setiap tulisan tidak terlepas dari konteks pemikirnya. Dan kerena ia mengambil pendidikan filsafat, maka pemikirannya pun lebih filosofis.
Bagi saya yang baru belajar mengenai hermeneutika, membaca buku ini seperti menambah wawasan baru tentang menafsirkan teks menjadi konteks. Saya seperti diajak untuk membuka ruang pemaknaan lebih luas lagi dan melihat bagaimana suatu teks dituliskan dan kemudian ditafsirkan, termasuk teks-teks dalam Al Quran..