Mengenal Tradisi Ul-Daul dan Macet Jalur Mudik di Madura
Belum lagi tampilan kereta kencana dengan beraneka warna lampu dan ornamen khas ukiran Madura, menambah semarak hadirnya Pawai Musik Daul di Malam Takbiran.
Menarik untuk mengulik tradisi Musik Daul yang juga dikenal masyarakat dengan istilah Ul-Daul. Tradisi yang mulai dikenal luas di Masyarakat Madura selain Karapan Sapi.
Dikutip dari laman sampang.web.id, istilah Ul-daul sampai sekarang siapa awal pencipta dan pemberi nama belum diketahui. Sebagian orang berpendapat, kata Ul-daul, berasal dari kata "gaul", menjadi "ul-gaul", dan dipraktiskan menjadi "ul-daul".
Mengikuti tradisi proses pengucapan orang Madura, misal: sebutan anak laki-laki "kacong" tapi kerap dipanggil "encung", untuk perempuan "cebbhing", tapi juga dipanggil "embeng".
Hampir sama dengan tradisi Musik Kuntulan di Banyuwangi, konvoi Musik Daul di atas kereta kencana memanfaatkan berbagai alat musik.
Mulai dari rebana, tong-tong (alat musik bambu untuk tradisi sahur), kendang, kenong, gong, hingga tanjidor. Bahkan terompet juga saronen saling beradu nada menghasilkan bunyi musik nan asik dan rancak (dalam tempo cepat dan dinamis).
Sebagai tradisi yang berkembang luas di masyarakat Madura, pemerintah setempat mengakomodasi kekayaan budaya dalam bentuk "Festival Musik Daul" setiap tahun bertepatan dengan hari jadi daerah.
Melahirkan kelompok musik daul terkenal seperti Lanceng Sumekar dan Gong Mania di Sumenep. Lanceng Senopati di Pamekasan. Tera' Bulan dan Sekar Kedaton di Sampang.
Namanya tradisi berkesenian, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam memfasilitasi grup musik Ul-Daul. Biaya terkait pembuatan kereta kencana, kelengkapan peralatan musik hingga seragam bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Terkait dengan kondisi macet saat mudik lebaran, hindari puncak arus mudik yang terjadi di sekitar pasar tumpah Tanah Merah, Galis dan Blega. Biasanya terjadi saat puncak arus mudik, yaitu dua atau tiga hari menjelang lebaran.