Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Lainnya

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Teladan Orang Tua tentang Mengajarkan Puasa

2 Mei 2021   20:34 Diperbarui: 2 Mei 2021   20:40 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teladan Orang Tua tentang Mengajarkan Puasa
Sumber Gambar: liputan6.com

Belajar adalah proses yang kita lakukan sepanjang hidup bahkan sejak dalam kandungan. Ketika berada dalam kandungan, ternyata kita sudah mulai mengenali suara dan juga rasa melalui ibu kita, hal-hal lainnya mungkin juga kita pelajari dalam kandungan. Ketika lahir, kita pun mulai belajar sesuai perkembangan usia kita. Sampai akhirnya kita pun juga belajar untuk melaksanakan ibadah seperti sholat, membaca Al-Qur'an, juga berpuasa.

Pembelajaran mengenai ibadah tentu bukan sesuatu yang instan, butuh pengenalan, adanya teladan, proses latihan, hingga akhirnya kita mampu melaksanakannya. Demikian pula dengan berpuasa, kita pun mengalami proses belajar sebelumnya hingga dapat menjalankannya seperti saat ini. Sedikit menarik memori ke belakang, kita mencoba mengingat bagaimana kedua orang tua kita mengajarkan dan membiasakan kita untuk berpuasa.

Mengajarkan Berpuasa tanpa Memberikan Imbalan, tetapi Teladan

Peran orang tua memberi pelajaran anaknya tentulah sangat besar, termasuk pelajaran untuk menjalankan ibadah puasa. Setiap orang tua punya cara tersendiri dalam mengajari putra-putrinya. Begitu pula dengan kedua orang saya.

Sumber Gambar: orami.com
Sumber Gambar: orami.com

Sedikit mengulik memori masa kecil, orang tua saya tidak pernah menjanjikan imbalan apapun ketika saya berhasil melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Bukan berarti mereka pelit, hanya saja mencoba mengajarkan bahwa puasa harus karena Allah SWT bukan karena bertujuan memperoleh imbalan apapun.

Merekan memberi pelajaran tentang berpuasa melalui teladan. Teladan yang diberikan dilakukan dengan memperlihatkan kepada anak-anaknya bahwa mereka selalu menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan. Setelah dirasa cukup umur untuk memahami, barulah mereka memberikan penjelasan tentang puasa.

Penjelasan yang diberikan adalah tentang wajibnya puasa, karena wajib maka jika tidak dilakukan berdosa, tetapi kalau masih kecil masih boleh puasa setengah hari. Itulah awal-awal penjelasan yang saya terima tentang puasa. Penjelasan lainnya adalah tentang hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan saat puasa seperti makan, minum, marah, dan berbohong.

Diantara banyak penjelasan, terdapat satu penjelasan yang mengena kepada saya yaitu orang yang merayakan Idul Fitri atau lebaran itu adalah orang yang berpuasa. Penjelasan itu didukung dengan lagu yang dinyanyikan oleh Dea Ananda yang populer saat itu, judulnya "Baju Baru." Pada salah satu liriknya terdapat makna tersurat yang sama dengan penjelasan kedua orang tua saya yaitu:

Hari Raya Idul Fitri bukan untuk berpesta-pesta

Yang penting maafnya, lahir batinnya

buat apa berpesta-pesta, kalau kalah puasanya

malu kita kepada Allah yang esa

Entah mengapa lagu tersebut begitu mengena bagi saya, terlebih sesuai penjelasan dari orang tua saya mengenai Idul Fitri adalah bagi orang yang berpuasa. Sejak saat itu, muncul keinginan dari diri untuk ikut berpuasa ketika bulan Ramadan.

Kunci dari fase ini adalah bagaimana membangun kesadaran pada diri anak, agar mereka mau beribadah puasa sesuai dengan keinginannya sendiri

Penerapan Puasa secara Bertahap pada Anak

Mengajak anak untuk berpuasa tak bisa memintanya secara langsung untuk puasa seharian. Belajar dari pengalaman saya sebagai anak, saya mulai diajarkan berpuasa ketika masih di bangku taman kanak-kanak. Mulanya saya diminta untuk berpuasa sampai dengan pukul 10.00 pagi, setelah berhasil level lamanya berpuasa dinaikkan hingga pukul 12.00 siang, tepatnya ketika adzan dhuzur berkumandang.

Sumber Gambar: mamapapa.id
Sumber Gambar: mamapapa.id

Tingkatan lamanya berpuasa pun dinaikkan setelah saya berada di kelas 1 SD. Saya tetap berpuasa sampai pukul 12.00 siang namun setelah makan dilanjutkan lagi hingga pukul 18.00. Hal ini berlangsung sebulan penuh selama Bulan Ramadan. Kebiasaan ini masih berlanjut pada Ramadan selanjutnya, namun hanya bertahan sekitar 1 minggu. Level selanjutnya, berpuasa sampai waktu Ashar tiba dan bertahan beberapa hari. Pada akhirnya, setelah terbiasa mulailah saya berpuasa secara penuh.

Begitulah sedikit cara mengajarkan anak berpuasa, yaitu dengan memberi teladan dan dilakukan secara bertahap. Meskipun belum berpengalaman mengajarkan puasa anak, setidaknya kita pernah menjadi anak yang diajarkan puasa oleh orang tua kita.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun