Menulis -/+ 40 buku solo dan antologi-fiksi dan non fiksi diterbitkan oleh berbagai penerbit. Sertifikasi Penulis Non Fiksi BNSP http://balqis57.wordpress.com/about
Chill and Heal di Kepulauan Karimunjawa
Bangga Berwisata di Indonesia
Setelah saya posting tentang penerbangan dan hotel berbintang di Karimunjawa , kali ini saya menuliskan tentang chill and heal berkunjung ke berbagai tempat di Kepulauan Karimunjawa. Karimunjawa sebenarnya memiliki 27 gugusan pulau kecil. Jarak antara 1 pulau dengan pulau lainnya beragam. Ada yang memerlukan waktu tempuh hampir 2 jam dengan menggunakan boat beresin.
Pulau Geleyang
Setelah sarapan pagi di resto hotel ,keponakan saya menuju ke front office hotel untuk mendapatkan informasi penyewaan perahu yang akan kami booking secara privat. Dengan biaya Rp 700.000 kami menyewa boat (perahu bermesin) seharian yang hanya ditumpangi oleh kami berlima (plus juru kemudi kapal tentunya).
Juru kemudi kapal adalah pria paruh baya yang awalnya mengaku berasal dari Bugis namun setelah ngobrol agak panjang dengan saya ternyata berasal dari Bau Bau Sulawesi Tenggara menikah dengan wanita asli Karimunjawa dan kini telah dikaruniai 3 anak yang telah lulus SMK di Karimunjawa.
Dari hotel kami dijemput oleh mobil sewaan menuju pelabuhan. Mampir sejenak di satu toko klontong sekaligus menyewa safety jacket dengan tarif Rp 25rb/jacket.
Tujuan pertama kami adalah Pulau Geleyang. Jarak tempuh antara pulau besar Karimun Jawa dan Geleyang sekitar 40 menit.
Karena air laut sedang relatif surut, maka kapal kami tidak dapat menepi tepat di bibir pantai. Kalau nekad bisa kepentok karang euy! Oleh karenanya kami turun ke daratan harus menempuh jalan kaki dengan ketinggian air setinggi paha. Hhhmmm...sekarang Jakarta sudah aman dari banjir deh, jadi selama 3 tahun saya sudah tidak terpaksa harus berjalan di air setinggi itu...hahaha... Tetapi kali ini saya sedang kedatangan tamu bulanan. Ketika saya coba menapak keluar kapal, ternyata air hampir menyentuh pinggul saya. Saya-pun membatalkan menapakkan kaki ke Pulang Geleyang. Khawatir darah membasahi sekujur pakaian yang saya kenakan. Lain halnya jika saya memang mempersiapkan diri untuk berenang atau olah raga ya.
Akhirnya saya menanti keluarga di kapal berdua dengan Bapak pengemudi perahu. Ngobrol hampir 1 jam! Ya secara gitu saya tidak membawa buku bacaan dan sinyal internet lenyap sekejap disekitar pulau tersebut. Tetapi hikmahnya, saya banyak mendapatkan cerita tentang penduduk Karimunjawa darinya. Alhamdulillah, Bapak ini selain mengemudikan perahu juga bekerja sebagai Nelayan. Tak ada keluhan tercetus dari ucapannya walau ia ceritakan suasana akhir-akhir ini sering ekstrim sehingga nelayan tidak mendapatkan banyak hasil di laut. Hanya sayangnya....si bapak kenapa merokok sih? Ayo yang sehat dong, Pak. Lebih baik anggaran rokoknya buat hal-hal yang lebih sehat :)
Pulau Menjangan Kecil
Nama pulau ini sudah familiar buat saya. Kabar tentang berenang bersama gerombolan hiu sudah sering saya dengar dan baca. Akhirnya sampai juga kami di pulau ini. Kapal kami bersandar di dermaga Pulau Menjangan Kecil. Di pintu dermaga sudah tampak pinggiran laut yang dibendung untuk beberapa kolam hiu dan bintang laut. Masing-masing pengunjung dikenakan tiket masing sebesar Rp 25.000/orang.
Kakak dan keponakan saya langsung turun ke kolam hiu. Sedangkan saya tidak diizinkan masuk ke kolam hiu tersebut, walaupun hanya berpose nyemplungin kaki. Yaaa itu dikarenakan sedang mendapat tamu bulanan! Hiu sangat sensitif dengan bau darah, sekalipun sudah dinyatakan jinak.
Kakak saya berfoto di dalam kolam hiu yang kemudian dikomentari oleh anaknya yang memotret,"Ekspresinya kok depresi gini sih?" Hahahaha...Niat hati pamer keberanian berfoto bersama gerombolan hiu, namun yang didapat justru ekspresi depresi. Mereka berfoto keluarga...eh salah satu cewek penjaga sempat nyeletuk,"Pawangnya masih shalat Jumat." Haaaa??? Jadi keluarga inti kakak saya nyebur dan berfoto bersama hiu tanpa dikawal dengan pawang hiu-nya? Waduh...Alhamdulillah pada selamat semua.
Saya yang belum bisa bergaya bersama para hiu akhirnya diberi kesempatan untuk berfoto bersama bintang laut di dalam kolam habitatnya. Tetapi lagi-lagi airnya nyaris setinggi pinggul saya, dan saya-pun tidak jadi menceburkan diri bersama bintang laut tersebut.
Makan Siang di Tanjung Gelam
Saat tiba di Kepulauan Karimunjawa kemarin, kami sudah ke Tanjung Gelam. Tetapi karena hujan, jadi hanya kakak dan sopir yang turun dari mobil. Kami menunggu di parkiran mobil sambil tidur. Maklum, perjalanan Jakarta -- Semarang kami kurang tidur. Di hari kedua, dari Pulau Menjangan Kecil kami mampir di Tanjung Gelam melalui lautan. Perahu terparkir dan kami makan di salah satu warung yang berderet disana. Saya memesan Es Kelapa Muda tanpa gula dan langsung dari batok-nya alias kelapa masih butiran. Makanan hanya Mie Instan yang saya makan, karena masih hangat. Uhuk bukannya sok bersih, tetapi sungguh saya kurang bisa makan di warung yang makanannya tidak fresh. Itu-pun saya ogah lihat ke bagian tempat masaknya. Daripada kelaparan...hahaha....
Saya tidak sempat berfoto-foto di Tanjung Gelam. Gak apa-lah...kapan-kapan aja, siapa tahu masih berjodoh untuk kembali ke tanjung yang air lautnya cantik ini.
Makan Seafood di Alun -- Alun Karimunjawa
Malam akhir pekan, barulah Karimunjawa besar sangat ramai. Pedagang seafood berjajar di sekeliling alun-alun yang malam sebelumnya sepi sekali, dan kami hanya membeli nasi dan mie goreng di warung pojokan. Dari D'Season Hotel, tempat kami bermalam kami berjalan kaki menuju alun-alun. Mencari pedagang hasil laut yang masih segar dagangannya.
Setelah memilih, memesan dan kami menunggu lamaaaa....hampir 2 jam kami menunggu di meja di tengah lapangan. Hasil masakannya sih lumayan lezat, cocoklah karena kami memang memesan udang/cumi/ikan yang masih terlihat segar. Tetapi untuk layanannya...duh! Sepertinya pihak yang berwenang di Karimunjawa bisa memberi edukasi lebih untuk kepraktisan dan penataan usaha mereka deh.
Pedagang seafood satu dengan yang lainnya relatif "kasar" (walaupun masih termasuk halus sih bagi orang non-Jawa...hahaha) , sehingga mereka tidak segan "mengusir" pengunjung yang bukan dari tempatnya namun duduk di dekat meja mereka. Ajarin dong bahwa bisnis sekarang itu lebih menguntungkan berkolaborasi dari pada berkompetisi!
Bukit Cinta Karimunjawa
Menjelang kembalinya kami ke Semarang, kami mampir ke Bukit Cinta. Kami menggunakan mobil sewa yang sama saat kami dijemput dari bandara. Driver-nya kooperatif dan bisa menjadi guide yang baik soalnya. Sebelum ke Dewadaru Airport, ia mengantar kami kembali ke Bukit Cinta yang ketika kami sampai sebenarnya juga sudah dilewati. Namun lagi-lagi karena hujan dan kami mengantuk, ketika pertama datang kami tidak turun di Bukit Cinta ini. Maka kali ini kami turun dan naik ke atas Bukit Cinta dengan HTM Rp 10.000/orang dan bisa mendapatkan diskon di kedai souvenir senilai yang sama. Sayangnya karena kami terburu-buru mengejar waktu penerbangan maka kami tidak sempat berbelanja di Bukit Cinta. Nexttime ya, Bapak Ibu pedagang....Kali ini kami hanya sempat berfoto-foto. Padahal makan di cafe yang terdapat di sana sepertinya asyik juga loh...
* Harga tahun 2019, setahun sebelum pandemi