Seorang guru di sekolah swasta. Katanya sih jurusan Ilmu al-Qur'an & Tafsir (IAT) dan Akidah dan Filsafat Islam (AFI), soalnya tidak terlalu mencerminkan hhee.
Sudahkan Puasa Kita Sesuai Keinginan Tuhan? Catatan Doa Hari Ke-1
DOA HARI KE-1
"Ya Allah, jadikan puasaku di bulan ini puasa mereka yang shiyam. Dan ibadah malamku termasuk ibadah mereka yang qiyam. Bangunkan aku dari tidurnya orang-orang yang lalai. Ampuni dosa-dosaku, wahai Tuhan Semesta Alam. Maafkan segala kesalahanku, Wahai Yang Mengampuni setiap hamba-Nya yang memohon ampunan."
"Nun Gusti, jantenkeun saum abdi saumna jalma-jalma anu bener-bener saum. Sareng ibadah peuting abdi kaasup ibadah aranjeunna anu bener-bener qiyam. Jaga abdi dina ieu sasih tina sarena jalma-jalma anu lalawora. Mugi dihapunten dosa-dosa abdi nun Gusti anu murbeng alam. Lubarkeun sadaya kelepatan abdi, Nun Gusti Anu Ngahapunten ka satiap abdi-Na anu nyuhunkeun pangapunten"
Catatan Kecil Penulis
Pernahkah kita merenung, mempertanyakan, sejauh mana kualitas ramadhan kita? Pernahkah kita mempertanyakan apakah shalat terawih, sunnah bahkan wajib diterima oleh Allah?
Doa di atas menjadi pertanyaan psikologis yang menampar dengan sangat keras, orang-orang yang tidak pernah sadar akan sejauh mana ramadhan atau puasa kita.
Puasa Sejati
Pertanyaan pertama yang menampar kita adalah "Apakah puasa kita selaras atau sudah sesuai dengan puasa yang diinginkan oleh Allah?"
Kita terkadang terlalu percaya diri bahwa puasa kita akan diterima oleh Allah, sehingga kita berleha-leha. Atau justru kita menyepelekan puasa kita. Bukankah puasa yang hakiki adalah menahan diri (baik fisik maupun batin) dari setiap hal yang dilarang ataukah diperbolehkan?
Bukankah puasa yang hakiki adalah bukan hanya menahan makan dan minum, tapi menahan ucapan supaya tidak menyakiti orang lain? Bukankah puasa yang hakiki adalah menahan dari keinginan, selain dari yang Allah inginkan?
Bukankah puasa yang hakiki adalah dengan menahan penglihatan dari setiap hal yang diharamkan oleh Allah swt? Bukankah puasa yang hakiki yaitu dengan tidak mendengar yang diharamkan oleh Allah. Bukankah puasa yang hakiki adalah puasa yang menahan kekuatan (tangan) kita untuk tidak menyakiti orang lain.