Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Guru

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mereka Mengajari Tidak Mengeluh Ditengah Kesulitan yang Mendera

9 April 2023   15:29 Diperbarui: 9 April 2023   15:57 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mereka Mengajari Tidak Mengeluh Ditengah Kesulitan yang Mendera
Ilustrasi gambar. Tim Relawan yang membagi kupon paket Idul Fitri (Dok.pri)

Paulo Coelho pernah mengatakan, "Setiap orang punya pengalaman menarik untuk diceritakan" Ungkapan ini mau menyampaikan pesan bahwa setiap orang punya hal baik yang bisa disampaikan untuk mendorong orang lain berbuat baik. Berbuat baik bukan hanya milik orang tertentu, tetapi milik setiap orang, termasuk orang yang kita bantu atau orang yang sering dipadang sebagai orang kecil (wong cilik).

Pada hari Sabtu, 8 April 2023 saya bersama dengan relawan-relawan Yayasan Buddha Tzu Chi masuk gang-gang sempit di kelurahan Kapuk, Jakarta Barat untuk membagikan kupon paket Idul Fitri bagi saudara-saudara muslim yang sangat membutuhkan karena himpitan kondisi ekonomi. Mereka mengajari tidak mengeluh di tengah kesulitan yang mendera.

Terik matahari panas menyengat. Kami satu tim terdiri dari 4 relawan membawa kupon paket Idul Fitri untuk saudara dan saudari yang berada dalam himpitan kesulitan ekonomi. Kami membagikan kupon ditemani ketua RT, mendatangi warga satu-per satu yang namanya tertera di kupan tersebut.

Ilustrasi gambar. Menjadi relawan yang membagi kupon paket Idul Fitri. Belajar dari mereka yang kita bantu cara hadapi derita hidup (Dok.pri)
Ilustrasi gambar. Menjadi relawan yang membagi kupon paket Idul Fitri. Belajar dari mereka yang kita bantu cara hadapi derita hidup (Dok.pri)

Kami mengetuk pintu dan menyapa warga yang kami datangi. Sebagian besar mereka adalah lansia atau single parent. Kondisi ekonomi yang sangat memperihatinkan nampaknya tidak cukup untuk menunjukkan betapa hidup ini sangat keras. Terdapat warga penerima kupon yang tempat tinggalnya kontrak satu ruangan kecil. Kami juga menjumpai diantara mereka sedang sakit dengan obat ala kadarnya. Para lansia itu masih bekerja sebagai buruh cuci rumah tangga. Ada juga yang mengerjakan pekerjaan di rumah seperti membungkus produk home industry.

Reaksi mereka meneripa kupon Idul Fitri sangat mengharukan. "Alhamdulilah ya Allah dapat bantuan. Bisa untuk makan beberapa hari. Terima kasih Bapak dan ibu" ungkap penerima kupon sambil membungkuk beberapa kali menunjukkan betapa mereka berterima kasih.

Saya sempatkan ngobrol-ngobrol ringan sambil penerima kupon menuliskan namanya di kertas kupon tersebut. Pertanyaan saya apakah nenek, ibu atau bapak juga masih puasa. Dan mereka menjawab, "Iya saya puasa Pak". Saya timpali jawaban itu, "Syukur Alhamdulilah ya Bu diberi kesehatan sehingga masih bisa puasa" Dalam hati saya berpikir, "mungkin saja puasa ini sembari mengurangi makan. Bisa irit dikit" Tapi pikiran itu segera saya tepis, "Masyallah saya sudah berprasangka buruk". Aku menyesal untuk itu.

Ilustrasi gambar. Menjadi relawan yang membagi kupon paket Idul Fitri. Terharu dengan perjuangan mereka (dok. pri)
Ilustrasi gambar. Menjadi relawan yang membagi kupon paket Idul Fitri. Terharu dengan perjuangan mereka (dok. pri)

Wajah Derita Tiada Kesan Mengeluh

Aapakah saya salah ketika menangkap kesan pada wajah ibu dan bapak penerima kupon terbersit kuat wajah derita. Wajah yang diwarnai dengan kerutan kulit, kering dan pengap karena sempitnya tempat tinggal? Jika kesan saya itu kurang tepat, saya tentu minta maaf.

Namun dibalik wajah yang berkerut, kering dan aroma pengap, saya menangkap dari sinar mata mereka kekuatan menghadapi derita. Mereka menerima kenyataan hidup seperti yang saya tangkap sebagai kenyataan yang harus dijalani dengan ikhlas dan tidak mengeluh. Buktinya mereka tetap bekerja, apa pun yang bisa mereka kerjakan utuk menghasilkan uang, sekecil apapun itu hasilnya. Mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh.

Saya sungguh terhenyak sesaat dalam renungan diriku. Terkadang saya merasa pekerjaan sebagai sebuah beban. Padahal melalui pekerjaan itu saya mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Ya, ini adalah kritik sosial sekaligus kiritik diri.

Bagai saya kegiatan membagi kupon di bulan Ramadan kepada warga yang sangat membutuhkan  menjadi kritik sekaligu evaluasi diri. Kepada mereka saya belajar menghadapi kesulitan bagian dari hidup yang perlu dijalani dengan tabah dan tidak mengeluh. Mengerjakan pekerjaan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ya, dari mereka saya belajar mensyukuri hidup saya. Dari mereka saya belajar mensyukuri pemberian orang lain. "Terima kasih Ibu saya sudah dilibatkan dalam kegiatan pembagian kupo hari ini" Ucapan ini saya sampaikan kepada ketua tim setelah selesai kami membagi kupon. Tidak lupa saya tambahkan dalam pesan WhatsApp itu, "Semoga ibu dan keluarga selalu diberi kesehatan dan kesejahteraan sehingga terus bisa membantu banyak orang" Dalam hati saya pun mohon kepada Tuhan agar mereka, para penerima kupan diberi kesehatan dan rejeki yang cukup untuk kehidupan sehari-hari.

Artikel ini adalah refleksi penulis sebagai bagian pengasahan hati sekaligus menantang diri untuk berbagi kebaikan melalui tulisan dalam ajang tantangan samber thr, samber 2023 hari 9)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun