Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.
Buka Puasa Santap Bebek Goreng, Kenapa Tidak?
Dilematis. Satu hal kepingin merasakan lagi nikmatnya makan bebek. Di sisi lain ancaman kenaikan kadar kolesterol dan trigliserida tinggi membayangi.
Dari hari pertama bulan Ramadan langit Kota Bogor menitikkan air. Membuat enggan keluar rumah demi melihat sekaligus mengincar makanan minuman untuk pembuka puasa.
Sabtu pekan lalu selepas waktu ashar cuaca tampak murung, tetapi tidak hujan. Atau belum?
Lumayan, ada celah untuk jalan-jalan di sekitar. Menuju perkampungan yang biasanya mendadak bermunculan penjual makanan pembuka puasa.
Ternyata tidak. Tercatat hanya ada dua penjual "baru" di sana. Satu pria sedang menggoreng tempe di teras rumahnya. Di pojok orang-orang mengerumuni gerobak penjual es buah.
Pedagang muka lama menambah barang dagangan dengan kolak, es buah, mi glosor, dan mi goreng di antara gorengan, nasi uduk, dan bihun goreng. Entah bagaimana keadaan di dalam gang. Saya tidak menjelajahi sampai pedalaman.
Keluar menuju jalan raya. Tidak tampak penjual es kelapa muda dan pedagang takjil seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun di satu titik tampak ramai dengan pedagang, yang sepertinya bukan penjual dadakan bulan Ramadan.
Penjual cireng, sate, soto, martabak, es loder, gorengan. Dan ada satu warung tenda warna hijau muda yang saya baru lihat: penjual bebek goreng!
Oh iya, baru ingat. Saya kan sangat jarang jalan sore hari. Bisa jadi warung itu sudah ada sejak lama.
"Sudah delapan bulan di sini," kata penjual yang ternyata berasal dari Tanah Merah, Bangkalan, Madura.