Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.
Jika Sulit Lakukan Puasa Media Sosial, Maka Jalankan Hal Ini
Sedikit demi sedikit atau sekaligus, sejumlah aplikasi berbagi di jaringan sosial menyergap. Hinggap pada kehidupan seorang pengguna, sehingga ia sulit melepaskan diri dari ketergantungan terhadap medsos.
Kini media sosial telah menjadi kebutuhan penting. Menyediakan beragam informasi hingga hiburan.
Ia menjadi semacam katarsis. Satu ruang bagi seseorang untuk mendapatkan kelegaan emosional. Melepaskan ketegangan setelah beraktivitas, juga ditengah-tengah berkegiatan.
Beberapa orang mungkin menjadi tergantung dengan medsos seperti Instagram, Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, TikTok, dan sejenisnya.
Bagi saya, hari-hari rasa-rasanya tidak lengkap tanpa membuka medsos. Takut ketinggalan informasi jika meninggalkannya. Cemas akan melewatkan banyak hal bila melakukan puasa media sosial.
Artinya, tidak mudah bagi saya yang sudah terjebak di dunia maya mempraktikkan puasa media sosial. Padahal berbagai sumber berbeda mengatakan, manfaat puasa media sosial (direkap dari sumber 1 & 2) adalah:
- Meningkatkan kesehatan mental.
- Berpengaruh positif terhadap rasa bahagia.
- Mengurangi stes dan risiko depresi.
- Meredakan kecemasan.
- Meningkatkan kualitas tidur.
Berpantang berselancar di dunia maya merupakan perkara tidak mudah. Sulit! Namun satu keadaan memaksa saya melakukan puasa media sosial.
Pada tahun 2020 selama beberapa hari saya puasa medsos. Berhenti memandang layar telepon genggam yang matot alias mati total. Itu ternyata membuat saya merasa lebih nyaman.
Sebetulnya bisa sih membuka medsos menggunakan laptop, tapi bagi saya itu kurang praktis. Kurang fleksibel.
Tiga hari kemudian mendapatkan barang baru (beli secara daring). Kegiatan bermedsos ria kembali ke setelan awal. Malahan lebih dimanjakan, mengingat hp pengganti lebih wus..wus..wus.
Kisahnya dapat dibaca di "Tiga Hari Tanpa Medsos, Apa Rasanya?"
Sampai sekarang saya tidak bisa lagi puasa media sosial. Tidak bisa tanpa membuka medsos seharian full, beberapa hari, apalagi seminggu atau sebulan penuh.
Handphone saya hidup selama 24 jam sehari 7 hari seminggu alias tidak pernah mati, meskipun tingkat kekerasan suara notifikasi dibuat nol. Tidak ada gangguan suara teriakan telepon pintar dalam keadaan apa pun.
Melihat pemberitahuan dari perangkat digital hanya pada waktu dan selama tempo tertentu. Misalnya pagi sekian waktu, siang beberapa saat, sore atau malam sebentar.
Hapus aplikasi tertentu? Tidak semua. Satu dua platform dihapus, karena memang kurang aktif di situ. Di handphone tinggal Facebook, WhatsApp, Instagram, Thread, Telegram, dan Kompasiana (bila dianggap sebagai media sosial).
Bagi saya saat ini belum memungkinkan untuk melakukan puasa media sosial.
Meskipun demikian saya tidak melulu memusatkan perhatian pada layar gawai dari waktu ke waktu. Tidak keranjingan medsos. Saya menjalankan beberapa hal berikut:
- Hanya memasang aplikasi yang dibutuhkan, mengurangi yang lain agar tidak terlalu lama berselancar.
- Mematikan notifikasi, supaya tidak impulsif ketika gawai berdenting.
- Mengatur jadwal membaca pesan dan postingan status teman di medsos.
- Memperbanyak waktu untuk melakukan aktivitas produktif, daripada menjelajahi media sosial.
- Jangan lupa, membangkitkan antusiasme menjalin hubungan langsung dengan orang-orang dunia nyata seperti keluarga, tetangga, dan orang dikenal yang ditemui ketika jalan-jalan.
Jadi sekalipun bagi saya merupakan satu hal tidak mudah melakukan puasa media sosial, menjalankan pengaturan seperti di atas sedikit banyak mengurangi ketergantungan terhadap jejaring sosial.
Alangkah elok bila dalam Ramadan -- bulan penuh pengampunan dan keberkahan -- lebih memperbanyak amalan, daripada bermain gawai.
Semoga bermanfaat.