Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship
Menghindari Gaya Hidup Konsumtif di Bulan Ramadan

Entah mana yang lebih awal hadir, komersialisasi bulan suci Ramadan atau budaya konsumtif masyarakat muslim Indonesia. Yang pastinya, keduanya saling keterkaitan satu sama lain dan nampak tidak dapat dipisahkan.
Satu sisi, berbelanja atau bahkan berburu makanan seperti "war takjil" sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat muslim Indonesia. Meskipun, tanpa iklan atau promosi, makanan dan minuman selama bulan Ramada selalu melimpah ruah.
Bahkan, lebih dari sekadar budaya, tapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat muslim bahwa kalau berbuka tanpa kolak, gorengan, es campur dan lain sebagainya kurang sempurna ibadah puasanya, hingga pada akhirnya mereka harus membeli bahkan berburu.
Fenomena ini kemudian ditangkap oleh para pelaku bisnis sebagai peluang untuk meraup keuntungan finansial. Mereka hadir menawarkan kebutuhan masyarakat selama bulan puasa dan lebaran dengan harga yang cukup murah.
Diskon besar-besaran, gratis ongkir ke seluruh Indonesia, dapat cash back dan lain sebagainya termasuk bagian dari upaya mempengaruhi konsumen supaya membeli produk mereka tanpa batas dan sebanyak-banyaknya.
Jadi, Ramadan yang semestinya bulan ibadah serta penuh berkah, lantas dikomersialisasi jadi bulan belanja penuh diskon. Akhirnya, masyarakat lupa akan esensi dan substansi Ramadan karena fokus mengejar diskon.
Cara kerjanya, mereka pasang iklan besar-besaran melalui media massa dan media sosial, menargetkan semua kalangan, mulai dari kalangan generasi X, Milenial dan Z, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini dapat dilihat dan dibedah menggunakan kacamata teori media massa semisal Agenda Setting (McCombs & Shaw) bahwa media dapat menentukan isu apa yang perlu dan penting serta bagaimana isu itu disajikan ke masyarakat.
Maka, berlakulah teori Harold Lasswell, bahwa media massa dan sosial mempunyai kekuatan sangat dominan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan masyarakat. Seperti, mengapa orang berbuka selalu dengan minuman manis Marjan atau merek terkenal lainnya.
Mengapa pula, ketika lebaran tiba banyak laki-laki yang menggunakan sarung dengan merek ternama? Sebab, mereka sudah dicekoki oleh taburan iklan di berbagai platform media, sehingga yang tertanam dalam ingatan bawah sadarnya adalah produk yang pernah dilihat di layar TV atau handphone masing-masing.
Sekali lagi, ini bukan kebetulan atau kejadian normal seperti kehidupan biasanya. Akan tetapi ada agenda komersialisasi terhadap bulan suci Ramadan yang disebabkan oleh faktor budaya konsumtif masyarakat, dan mereka semakin menguatkan budaya tersebut. Dalam arti lain, gaya hidup konsumtif yang selama ini diterapkan kebanyakan masyarakat Indonesia itu ada yang menciptakan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY CHALLENGE
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!