Mie Aceh 46 Pamulang, Warisan Kuliner Nusantara yang Ramah di Kantong
Pamulang yang semula menjadi bagian dari Kecamatan Ciputat, lalu menjadi kecamatan tersendiri setelah Kota Tangerang Selatan menjadi kota otonom pada November 2008 ternyata menyimpan banyak pesona.
Salah satunya di bidang kuliner. Di tengah derap pembangunan yang tak pernah berhenti, saat banyak restoran dan caf bermunculan di mana-mana, di salah satu sudut yang agak jauh dari jalan utama berdiri kedai Mie Aceh 46 Pamulang.
Namanya sudah menggambarkan banyak hal. Mulai dari lokasinya hingga produk yang dijual.
Ya, di salah satu sisi jalan Ismaya Raya, berada di kompleks Villa Pamulang, tempat makan ini berdiri.
Letaknya tidak strategis. Kita harus mengambil jalan masuk dari sejumlah titik untuk menjangkau tempat makan yang berhadapan dengan sebuah danau kecil. Bisa masuk dari Kompleks Witana Harja atau dari perumahan Reni Jaya.
Jangan membayangkan tempat berpendingin ruangan. Yang ditemukan adalah beberapa kipas angin tua.
Jangan harapkan perabot keluaran terbaru seperti meja makan dan kursi dengan desain mutakhir seperti banyak dijumpai di tempat-tempat makan kekinian. Deretan kursi dan sofa lusuhlah yang akan ditemui.
Memang dari sisi fasilitas bukanlah saingan restoran menengah ke atas. Tetapi soal pelayanan dan makanan yang tersedia sungguh bisa diadu. Buktinya sudah lebih dari 10 tahun, tempat itu tidak pernah sepi pengunjung.
Dari sekitar 30-an tempat duduk yang tersedia hampir selalu terisi penuh. Dibuka pada pukul 11.00 pagi hingga waktunya tutup menjelang larut malam, tepatnya pukul 22.00, selalu saja ada yang datang bertandang.
Tempat ini hanya butuh satu hari libur yakni saban Jumat. Selebihnya, selalu terbuka untuk menangkup rindu dan penasaran para pengunjung akan berbagai hidangan yang tersedia.
Pengaruh India
Saat ini, untuk menikmati sepiring mi Aceh bukan lagi perkara sulit. Restoran dari berbagai level ukuran, harga, dan tempat yang menyajikannya bisa ditemukan dengan mudah.
Mi Aceh sudah menembus ruang dan waktu. Mengembara jauh dari tanah kelahirannya.
Mie Aceh 46 Pamulang dalam banyak hal sungguh mewarisi cita rasa khas mi Aceh umumnya. Rasanya yang pedas datang dari racikan bumbu khusus yang melumuri mie kuning tebal dengan irisan daging sapi, atau makanan laut seperti udang.
Ia disajikan dalam sup sejenis kari yang gurih, dan tentu saja, pedas. Tidak lupa ada taburan bawang goreng dengan sepiring kecil emping, potongan bawang merah, mentimun, dan jeruk nipis sebagai pendamping.
Menariknya, sebagaimana tersedia di Mie Aceh 46 Pamulang, tersedia sejumlah pilihan tingkat keenceran kuah, mulai dari mi goreng tumis (sedikit berkuah), mi goreng basah, dan mi goreng kering.
Bila membuka lembaran sejarah, hidangan tersebut sebenarnya tidak lahir tanpa alasan. Kita tentu bertanya-tanya atas sejumlah hal yang terlihat dari hidangan yang tersaji.
Mengapa mi jenis ini bisa memuat kandungan kari yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masakan India?
Pun, apakah ada hubungan antara Aceh dan Cina atau Tionghoa sehingga memunculkan perpaduan mi Aceh?
Lantas, mengapa isiannya terbatas pada daging sapi atau makanan laut? Soal terakhir ini sesungguhnya tidak sulit untuk dijawab.
Kuah berbahan dasar kari menunjukkan mi Aceh ini memiliki pengaruh dari India. Mi sendiri sudah tentu terkoneksi dengan sumbernya yakni masakan Tionghoa.
Begitu juga soal isian daging sapi dan seafood lantara mengedepankan kehalalal, sebagaimana Aceh yang sudah mendapat julukan sebagai Serambi Mekkah.
Pemilihan makanan laut sesungguhnya tidak hanya sekadar variasi. Tetapi menggambarkan kekayaan lautnya yang tiada tara.
Secara geografis, Aceh dikelilingi sejumlah perairan seperti Selat Malaka, Laut Andaman, dan Samudera Hindia yang kemudian membentuk cara hidup dan mata pencaharian mereka.
Jadi, dalam sepiring Mi Aceh itu sesungguhnya terkandung beragam pengaruh dan menggambarkan khazanah kekayaan wilayah yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan provinsi paling barat Indonesia itu.
Ketika kita menyantap semangkuk Mi Aceh, sejatinya kita sedang merayakan keberagaman. Rasa pedas, manis, dan gurih yang berasal dari rempah-rempahnya yang kaya menunjukkan kekayaan kuliner Nusantara yang patut dirayakan dan dilestarikan.
Ramah di kantong
Kembali ke Mie Aceh 46 Pamulang. Tempat ini memang terlihat sederhana meski menawarkan makanan yang luar biasa lezat.
Menu berbahan dasar mi adalah favorit. Yang bisa dikombinasikan dengan berbagai campuran bahan yang disesuaikan dengan selera. Bisa telur, daging, atau udang. Bisa juga memadukan semuanya dalam satu piring.
Tidak hanya itu. Di sana tersedia pula hidangan berupa nasi goreng berbumbu khas Aceh (pilihan polos tanpa campuran apa-apa, dicampur telur, daging, udang, daging dan telur, telur dan udang, daging dan udang, atau kombinasi daging-telur-udang), roti canai aneka rasa (susu, keju, kuah kari, coklat, dan sebagainya), martabak (telur, telor plus daging ayam, telur dan daging sapi), aneka minuman ringan seperti teh tarik dan tak ketinggalan kopi Aceh.
Tempat ini juga tak mau lupa akan kekayaan Aceh lainnya yakni kopi yang sesungguhnya juga sudah familier seperti mi Aceh.
Tempat yang sederhana ini pun menghadirkan sejumlah ornamen Aceh, tidak hanya dalam wujud makanan dan minuman. Di beberapa sisi terdapat hiasan Aceh, dan tak lupa pada papan elektronik sambutan dan beberapa informasi menggunakan bahasa Aceh.
Tempat ini menjadi pilihan banyak orang karena banyak alasan. Baik untuk melepas rindu akan mi Aceh yang dikreasi tanpa campuran kecap manis dan saos, bebas dari berbagai bahan pengawet, juga menjadi oase yang mendatangkan hiburan tersendiri.
Suasana yang tenang dan jauh dari keramaian, juga kehadiran live music yang senantiasa menemani pengunjung dengan aneka tembang dari berbagai genre dan generasi.
Pengunjung dari berbagai kelompok usia akan terlihat di sini. Anak-anak muda pun tak ketinggalan berkunjung ke tempat ini, tidak hanya orang-orang tua yang ingin bernostalgia.
Mie Aceh 46 Pamulang, tempat makan yang menyajikan kekayaan kuliner nusantara dengan rasa yang sungguh menggugah selera namun tetap ramah di kantong.