cipto lelono
cipto lelono Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Ibadah di Bulan Suci, Ikhtiar Bentengi Diri dari Perilaku Korupsi

7 Maret 2025   13:54 Diperbarui: 9 Maret 2025   13:54 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibadah di Bulan Suci, Ikhtiar Bentengi Diri dari Perilaku Korupsi
Ilustrasi-- Kompas.id/Heryunanto

Ramadan adalah bulan berbenah diri, bulan pengendalian diri. Maka puasa di bulan ramadan adalah ibadah yang dapat ditujukan untuk melakukan evaluasi, recovery maupun muhasabah diri. Adapun sasaran utama kegiatan evaluasi, berbenah diri adalah kotoran-kotoran hati yang mesti ada pada setiap diri.

Perilaku korupsi di negeri ini tidak saja mengerikan, namun juga sudah sangat mengkhawatirkan. Dari perkembangan yang kita bisa ikuti, perilaku korupsi sudah menunjukkan ekspresi sikap "tamak" dalam dirinya. Sebab pelakunya adalah orang-orang berpendidikan tinggi, status sosial mapan, terpandang dan berpenghasilan menjulang.

Ibadah puasa di bulan suci ini kiranya bisa dijadikan sebagai ikhtiar diri dari perilaku korupsi. Mengapa demikian? Sebab orang-orang yang korupsi adalah bukti nyata orang yang gagal mengendalikan dirinya. 

Tindakan korupsinya adalah bukti nyata kegagalan mengendalikan sikap rakus dan tamak terhadap harta yang bukan haknya. Sikap dan perilakunya berdampak pada kehancuran sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Matinya "Rasa Cukup" dalam Hati

Sebagian manusia ingin menjadi orang yang hidupnya mapan dan terpandang. Maka usaha (bekerja) adalah upaya setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun sebagai orang yang beragama, harta yang diraih semestinya adalah harta yang memang menjadi haknya.

Selanjutnya, bukan keinginan yang harus dipenuhi, namun kebutuhan. Sebab kebutuhan selalu berorientasi pada keperluan-keperluan yang subtansial. Sedang keinginan cenderung pada pemenuhan nafsu yang selalu mendorong seseorang merasa tidak merasa cukup. Oleh sebab itu, perlu adanya langkah pengendalian diri.

Puasa bisa dijadikan sarana ikhtiar mengedalikan diri dalam bentuk mengendalikan hawa nafsu. Di saat berpuasa kita diajari mengendalikan nafsu untuk makan, nafsu syahwat, nafsu amarah, termasuk nafsu rakus atau tamak. Nafsu rakus atau tamak inilah yang pintu masuknya seseorang melakukan korupsi.

Para koruptor itu secara materi sudah cukup (bahkan berlimpah). Namun karena sifat rakus dan tamak, mereka merasa belum cukup. Maka mereka berusaha dengan berbagai cara untuk memenuhi nafsu rakus dan tamaknya.

Pendek kata, orang tersebut "rasa cukup dalam hatinya sudah mati". Pendek kata, "rasa cukup dalam hidupnya" sudah mati. Sehingga mereka berusaha memenuhi keinginan demi keinginannya. Akibat keinginan demi keinginan inilah, mereka akhirnya menggunakan kekuasaan dan kesempatan yang dimiliki. Korupsi menjadi satu-satunya opsi yang dianggap cepat dan tepat untuk memenuhi keinginan demi keinginan.

Ilustrasi perilaku korupsi. (Sumber:detik.com)
Ilustrasi perilaku korupsi. (Sumber:detik.com)

Puasa dan Ikhtiar Bentengi Diri Dari Perilaku Korupsi

Puasa ramadan dapat menjadi benteng diri dari perilaku korupsi. Sebab intisari puasa bulan ramadan yang diwajibkan lebih fokus pada perbaikan diri dengan mengasah dan mengobati penyakit-penyakit hati. Penyakit tersebut antara lain iri dan dengki, hasat, bangga diri, secara khusus adalah sifat rakus atau tamak.

Perilaku korupsi juga menjadi salah satu penyakit hati. Seperti diuraikan di atas bahwa perilaku ini muncul didorong kuat oleh sifat rakus dan tamak. Sifat ini selalu mendorong manusia tidak pernah merasa cukup. Ketika rasa cukup sudah mati, maka sifat rakus dan tamak "menjadi nakoda" dalam hati dan pikiran seseorang. Apalagi sifat ini menempel pada kelas elit sosial di masyarakat atau negara yang membutuhkan pemenuhan gengsi tinggi, maka korupsi akan menjadi opsi yang cenderung dilakukan.

Korupsi adalah penyakit hati yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Walaupun, harta yang dikorupsi tidak diketahui oleh orang lain atau negara, mereka dapat memanfaatkan untuk dirinya maupun keluarganya untuk memenuhi keinginan demi keinginan. Hasil korupsi bisa menjadi sarana memperoleh status sosial sebagai orang terpandang di tengah masyarakat.

Namun jika tertangkap, lalu disiarkan secara terbuka di media masa. Kondisi demikian tentu menghancurkan dan mempermalukan dirinya, keluarganya (secara khusus anak-anaknya), juga lembaganya. 

Namun secara syariat, harta korupsi yang mengalir pada suami/istri, bahkan anaknya, mempunyai kecenderungan kuat melahirkan perilaku-perilaku yang tidak terpuji. Apakah dalam bentuk keangkuhan, kesewenang-wenangan, riyak, takabur, maupun berbagai penyakit hati lain yang berbahaya. Sebab darah yang mengalir di dalam tubuhnya bukanlah berasal darah asupan makan dan minum yang diperoleh dari harta yang halal. Selanjutnya di akhirat, akan kesulitan dalam mempertanggungjawabkannya. Sebab pada umumnya harta hasil korupsi merupakan harta yang menjadi milik masyarakat dalam jumlah besar.

Maka, mari kita jadikan bulan suci ini sebagai momen untuk mengikhtiari diri terbebas dari perilaku korupsi. Sebab perilaku ini merupakan bukti nyata seseorang gagal dalam mengendalikan diri. 

Mari berjuang bersama "menghidupkan rasa cukup" dalam hati ini, agar tidak terjebak dalam perilaku korupsi. Ibadah di bulan suci ini bisa kita jadikan ikhtiar untuk membentengi diri dan keluarga dari perilaku korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

10 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG
Mindful Eating saat Sahur & Berbuka
blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 8 
11 Mar 2025
Tetap Olahraga di Bulan Puasa
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 9
12 Mar 2025

MYSTERY CHALLENGE

Mystery Challenge 2
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 10
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Cara Seru Nunggu Bedug di Ketemu Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun