Memahami Tiga Dimensi Fitrah Orang Beriman Memaknai Hari Idul Fitri

Ramadan adalah bulan pelatihan. Ramadan merupakan bulan perbaikan diri. Orang beriman diberikan kesempatan untuk meningkatkan derajatnya menjadi orang bertakwa. Orang beriman yang lolos atau lulus akan menemukan fitrahnya lagi.
Jadi, proses pelatihan di bulan ramadan dapat mengantarkan orang beriman yang lulus, akan menemukan fitrahnya. Lalu, apa fitrahnya yang berhasil diraihnya?
Fitrah tersebut hakikinya adalah status orang beriman sebagai makhluk yang diberikan akal dengan tiga dimensi kehidupan yang menyatu, yaitu dimensi individual, sosial, dan spiritual.
Ketiga dimensi tersebut selama ramadan, ditempa, diasah, digembleng. Melalui lapar dan dahaga serta larangan lainnya. Dimensi individualnya di asah agar menjadi pribadi yang tidak individualis atau egosentris. Sebab, sifat-sifat demikian akan memunculkan sifat-sifat buruk lainnya seperti iri, dengki, takabur, riyak, dll.
Dimensi sosialnya juga ditempa selama ramadan agar menjadi makhluk sosial yang mempunyai kepedulian, kepekaan, dan tanggap terhadap kondisi orang lain yang membutuhkan bantuan. Apakah bantuan saran, nasihat, sampai pada sikap peduli untuk berbagi kepada anak yatim maupun fakir miskin.
Zakat, infaq, sedekah juga diasah sebagai upaya melatih jiwa orang beriman mempunyai kesadaran, bahwa ada orang lain yang juga berhak atas hartanya. Sikap sosial demikian diasah, ditempa, dan digembleng selama bulan ramadan agar orang beriman terjauh dari sikap anti sosial.
Demikian juga pada dimensi spiritualnya. Spritual orang beriman selama ramadan juga ditempa agar menjadikan hati dan jiwa orang beriman makin dekat sang Khaliq. Ibadah yang wajib dan sunnah juga diasah, sehingga orang beriman diarahkan agar makin dekat dengan sang Khaliq. Pasca ramadan, orang beriman diharapkan meningkat kuantitas dan kualitas ibadahnya.
Meningkatnya kuantitas ibadah ditandai makin banyaknya aktivitas ibadah sunnah yang ditunaikan. Salat sunnah, puasa sunnah, tadarus al qur'an, makin menambah koleksi aktivitas ibadah yang dilakukan.
Sedangkah meningkatnya kualitas ibadah ditandai dengan kemampuan orang beriman "menggali makna" ibadah yang dijalankan. Sehingga pasca ramadan, citra keimanannya makin "menyala", tidak hanya menyinari ucapan, perilaku dan tindakannya, namun juga mampu menyinari lingkungannya baik yang dekat maupun yang jauh.
Pendek kata, pasca ramadan ibadahnya makin dirasakan makna, fungsi dan manfaatnya. Jadi, bukan semata-mata ritual.
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025