Cucum Suminar
Cucum Suminar Full Time Blogger

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Indahnya Toleransi Beragama di Negeri Ini

31 Maret 2024   16:05 Diperbarui: 2 April 2024   18:20 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indahnya Toleransi Beragama di Negeri Ini
Masjid dan gereja yang saling berdampingan di salah satu sudut Kota Batam. | Foto Dokumentasi Pribadi

Bila membicarakan mengenai toleransi, terkadang saya suka berkaca-kaca. Terharu. Tersadar bahwa sebenarnya begitu indah toleransi beragama di negeri kita tercinta ini. Begitu pengertian umat-umat beragama yang begitu banyak dan beragam ini di Indonesia.

Saling Berkunjung, Saling Memberi Bingkisan

Saya mulai mengerti toleransi beragama sejak kecil. Dulu kakek dan nenek saya yang mengajarkan indahnya bertoleransi antar umat beragama.

Kebetulan saat kecil saya memang tinggal bersama kakek dan nenek di sebuah kota kecil di Jawa Barat karena orang tua merantau ke luar kota sambil merintis usaha.

Kakek dan nenek saya merupakan muslim yang taat. Namun, cukup terbuka berteman dengan penganut agama lain. Tidak membatasi diri hanya berinteraksi dengan sesama muslim.

Dulu kakek dan nenek saya berteman dengan salah satu keluarga Tionghoa. Mereka pemilik toko emas yang lumayan besar. Nenek dan kakek pun mengenal keluarga tersebut karena sering membeli emas di sana.

Zaman dulu kan biasanya orang lebih suka menyimpan kelebihan uang melalui perhiasan emas. Biar uangnya tidak terpakai. Nanti kalau sudah lumayan banyak, dibelikan sawah, atau ladang. Kebetulan kakek dan nenek saya petani.

Nah, efek hubungan yang lumayan dekat, setiap kali Idulfitri tiba keluarga pemilik toko emas itu biasanya berkunjung ke rumah kakek dan nenek saya sambil membawa bingkisan.

Mereka membawa kue, bahan pakaian, hingga baju baru. Saya pernah beberapa kali diberi baju cheongsam berwarna merah. Cantik sekali. Biasanya saya pakai kala lebaran hari kedua.

Tahun 1990-an tidak seperti saat ini. Lebaran harus mengenakan baju muslim. Dulu lebaran itu identik dengan baju baru. Tidak harus pakaian muslim, yang penting sopan dan tidak terlalu terbuka. Apalagi untuk anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun