Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com
2 Film Jadoel Ini yang Bikin Tobat
2 Film Jadoel Ini Yang Bikin Tobat - Oleh : Nur Terbit
Film yang bikin tobat? Sebuah pertanyaan yang menggelitik. Apakah seusai menonton sebuah film, lalu kemudian menjadikan diri kita bertobat?
Bagi Bang Nur, jika itu terjadi sungguh luar biasa. Betapa besar pengaruh sebuah film yang bisa menjadikan orang tobat. Berlebihan rasanya.
Jangankan melalui film, orang yang berkali-kali melakukan kesalahan, kejahatan dan segala macam perbuatan tercela lainnya lalu tiba-tiba kemudian tobat?
Bukan hanya berhenti di persoalan ini saja. Betapa sudah banyak contoh diperlihatkan, bagaimana orang yang sudah diberi amanah oleh rakyat tapi disalahgunakan, lalu kemudian masuk bui.
Selanjutnya setelah sudah pernah menjalankan amanah rakyat dan masuk bui, belum tentu sang mantan narapidana ini bisa langsung tobat setelah lepas dan sudah menghirup udara bebas.
Tapi kalau pengertiannya kita persempit bahwa film itu sebagai tontonan sekaligua tuntunan, ya masih bisa diterima oleh akal sehat.
Paling tidak, ketika kita usai menonton satu film, bisa berharap minimal ada pesan moral yang bisa tertinggal di hati dan sanubari. Sehingga bisa menyadarkan pikiran kita sebagai penonton untuk secara sadar bertobat.
Kenapa? Sebab film itu dibuat karena dipercaya ada fungsi dan peran dari film itu sendiri. Dari pengertian tentang film tersebut, maka dapat disimpulkan secara aederhana seperti berikut ini:
"Bahwa film merupakan suatu karya seni yang berupa gambar bergerak, atau media komunikasi yang dapat dilihat dan dipertontonkan serta memiliki fungsi untuk menyampaikan sebuah pesan kepada khalayak umum".
*****
Sebagai rujukan berdasarkan pengalaman Bang Nur menonton film di bioskop, mencoba mengambil dua contoh film produk anak bangsa sendiri, alias film nasional, bukan film impor.
Yaitu film "Titian Serambut Dibelah Tujuh" dan film "Atheis (Kafir)". Kedua film ini sudah lama sekali Bang Nur nonton di bioskop sehingga secara detail sudah lupa bagaimana urutan adegannya.
Dengan bantuan berita Kompas.com edisi 30 Mei 2022, bisa kita baca sinopsis film "Titian Serambut Dibelah Tujuh" di sini. Film yang berkisah tentang perjuangan guru di desa.
Film Pertama, "Titian Serambut Dibelah Tujuh" karya Khaerul Umam. Film ini dibintangi oleh aktor kenamaan Indonesia pada masanya seperti Darussalam, Marlia Hadi, Rachmat Hidayat, El Manik, hingga Dewi Irawan.
Film berdurasi 110 menit ini pertama kali tayang pada tahun 1982 silam (saat Bang Nur juga ikut nonton di bioskop) dengan skenario ditulis oleh Asrul Sani.
Seorang guru bernama Ibrahim dikisahkan sedang berjuang untuk melakukan perubahan di suatu kampung. Namun, niat baiknya untuk memajukan kampung justru ditentang oleh masyarakat setempat.
Sebagain besar penduduk di kampung tersebut tidak menyukai keberadaan Ibrahim karena dianggap akan merusak tatanah kampung.
Mereka yang tidak menyukai Ibrahim kemudian mulai beraksi untuk menyingkirkan Ibrahim dengan memfitnahnya.
Beberapa penduduk menuduh Ibrahim bahwa ia telah memperkosa seorang gadis.
Sementara itu, ada pula pemuda yang dianggap alim kemudian menuduh seorang gadis sebagai orang tak bermoral lantaran gadis itu menolak rayuannya.
Meskipun banyak yang tidak menyukainya, namun Ibrahim tetap berusaha sabar menyebarkan ajarannya untuk merubah kampung tersebut menjadi lebih baik.
Ketika sudah berada di titik rapuh, kemudian datanglah seorang ustaz yang mengunjungi kampung tersebut. Kedatangan ustaz tersebut mampu membuat Ibrahim lega karena ada yang membantunya.
Ustaz tersebut perlahan kemudian mulai berusaha untuk mengungkap segala kemunafikan yang dimiliki oleh masyarakat kampung tersebut.
Film Kedua, "Atheis" dengan sutradara, penulis skenario sekaligus produser adalah Sjuman Djaya berdasarkan novel dengan judul sama karya Achdiat Karta Mihardja.
Adapun sederet pemerannya seperti Deddy Sutomo, Christine Hakim, Emmy Salim, Kusno Sudjarwadi, Farouk Afero, Aedy Moward, Ernie Djohan, Maruli Sitompul, Kris Biantoro, Rita Zahara,
Mang Udel, dan Ismed M. Noor. Sedang penatamusik Idris Sardi dengan sinematografer adalah Sjamsudin Jusuf.
Film berdurasi 127 menit ini, dikabarkan menghabiskan biaya Rp80 juta sebagai film drama tragedi romantis tahun 1974.
Film ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah tantangan kepada komunitas agamais di Indonesia kala dirilis. Bahkan menjadi kontroversial pada saat rilis, sempat ditolak oleh Badan Sensor Film Indonesia.
Walaupun dinilai gagal mendapatkan banyak penonton pada rilis, film ini kemudian menjadi salah satu film Sjuman Djaya yang paling dikenal.
Film diawali dengan cerita meledaknya bom atom di Hiroshima dengan derita yang menyertainya.
Hasan (Deddy Sutomo) adalah seorang santri keturunan, masa kanak-kanaknya sangat tradisional, pendidikannya setengah-setengah, dan bekerja sebagai pegawai Perusahaan Air Minum (PAM) di Bandung pada tahun 1940-an.
Waktu masa kanak-kanak, Hasan jatuh cinta pada Rukmini (Christine Hakim), tetapi waktu dewasa terpesona dan akhirnya menikah dengan Kartini (Emmy Salim), perempuan bebas dan berpaham modern.
Kartini bergaul erat dengan Rusli (Kusno Sudjarwadi), partisan politik yang bergerak di bawah tanah dan juga sahabat masa kecil Hasan.
Tokoh-tokoh ini, ditambah lagi dengan Anwar (Farouk Afero) yang seorang nihilis, menjelaskan tema dan alur cerita yang diwarnai konflik tentang pertentangan pikiran kolot-modern dan perdebatan tentang Tuhan.
Hasan, seorang yang peragu dan terombang-ambing, suatu saat mengetahui kenyataan paling pahit dalam hidupnya: istrinya, Kartini, menginap satu losmen dengan si nihilis Anwar.
Dia harus mengambil keputusan: hadir atau tersingkir. Ia pun berangkat membunuh Anwar.
Cerita mencapai akhir yang diwarnai kematian. Rusli meninggal ditembak Kempetai dan Hasan pun tertembak tentara Jepang setelah dendamnya terbalas, dan bersamanya berakhir pula pengejaran cakrawala yang dilukiskan saat Hasan kecil.
Nah dari keduanya cerita film di atas, "Titian Serambut Dibelah Tujuh" karya Khaerul Umam dan "Atheis (Kafir) karya Sjuman Djaya, menurut Bang Nur termasuk dua contoh produk perfilman Indonesia yang dapat membuat penonton bertobat.
Apakah langsung tobat atau tidak usai menonton film tersebur? Tentu saja tergantung "ketebalan iman" dan "ketebalan tobatnya" dari bakat dan potensi pertobatan dari masing-masing penontonnya.
Demikian tulisan Bang Nur edisi kali ini, Senin 01 April 2024 episode MYSTERY TOPIC 3 dengan tema diumumkan pada saat Hari-H yakni "Film yang Bikin Tobat" program Ramadan Bercerita 2024 dari Kompasiana di hari ke-22 puasa. Semoga bermanfaat.
Salam : Nur Terbit