Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?
Pesantren Ramadhan Membentuk Kepribadian Anak Didik yang Luhur
Puasa tahun ini, kegiatan Pesantren Ramadhan diadakan di sekolah masing-masing. Tidak lagi di surau atau masjid milik masyarakat.
Beruntung sekolah yang punya masjid atau surau di Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar sehingga bisa menggelar kegiatan di rumah ibadah.
Sekolah berbasis agama, seperti MTsN dan Aliyah, sepertinya tak lagi butuh guru bimbingan dari luar, seperti dulu lagi, lantaran banyak guru hebat di sekolah ini.
Ada dua hal keuntungan yang didapatkan anak dengan Pesantren Ramadhan di sekolah, yakni program itu dan belajar seperti biasanya.
Namun, belajar di sekolah di bulan yang penuh berkah ini tentu tidak bisa disamakan dengan belajar pada bulan-bulan biasa di luar Ramadhan.
Ada rasa ngantuk yang mudah hinggap di kalangan peserta didik, karena kurang tidur semalaman.
Guru pun demikian. Banyak kegiatan Ramadhan di malam hari, membuat konsentrasi belajar dan mengajar sedikit mempengaruhi.
Dulu, pesantren Ramadhan diadakan di tengah masyarakat. Waktunya lima hari untuk SD, lima hari untuk SMP, dan begitu juga untuk SMA.
Pengurus masjid dan surau membentuk kepengurusan dan guru Pesantren Ramadhan ini, sesuai jenjangnya.
Dengan diadakannya program ini di sekolah, beban pembiayaan dari daerah pun berkurang. Tapi substansi sebagai penanaman nilai-nilai luhur akhlakul karimah, tentu jadi perdebatan tersendiri.