Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Penulis

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cerita Beli Daging Beronggok dan Tanggung Jawab Seorang Mamak

3 Mei 2022   23:43 Diperbarui: 4 Mei 2022   00:18 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Beli Daging Beronggok dan Tanggung Jawab Seorang Mamak
Pembagian onggok daging yang sudah dikantongi di Surau Tembok, Sintuak. (foto dok amlinur)

Cerita beli daging beronggok, merupakan tradisi dan kebiasaan masyarakat di mudik atau di kampung saat menyongsong lebaran Idul Fitri.

Masyarakat secara bersama beli seekor kerbau, lalu dipotong secara bersama pula di lingkungan surau atau masjid, dagingnya dibagi secara beronggok.

Seonggok daging, beratnya sekilo lebih sedikit. Harga seonggok disepakati Rp140 ribu.

Seekor kerbau itu bisa mencapai 130 onggok, dan kadang lebih malah. Uang untuk pembeli kerbau itu dikumpulkan saat menjalani separoh bulan puasa.

Kegiatan ini hampir merata di setiap kampung di Padang Pariaman, Sumbar. Terutama di kampung-kampung yang masih belum terkontaminasi oleh arus perubahan zaman.

Menurut masyarakat, rasa rendang daging beronggok dengan daging yang dibeli di pasar, itu jauh bedanya.

"Daging beronggok ini lumayan enak, dan terasa sekali berkahnya. Mungkin karena disembelih di surau atau masjid," cerita masyarakat.

Namun, menyembelih di surau ini hanya sebagian kecil. Umumnya, dibuat suatu tempat penyembelihan secara bersama, seperti yang dilakukan di Nagari Ulakan.

Di Tembok, Nagari Sintuak sudah lama memotong kerbau Idul Fitri secara mandiri di suraunya.

Tidak secara bersama di Sintuak. Menyembelih pun beda dengan masyarakat umum secara bernagari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun