Lapar Mata dan Kalap Belanja, Biarin Aja, Toh Pake Duit Sendiri!
Setiap sore menjelang waktu berbuka puasa, banyak penjual takjil di tempat-tempat strategis. Berbagai menu menggugah selera dijajakan. Kolak, bubur, es buah, kue, hingga nasi berikut lauk-pauknya. Tak jarang di antara kita kemudian membeli bermacam makanan tersebut. Semua ingin kita lahap ketika beduk maghrib telah terdengar.
Berbuka puasa seakan menjadi pelampiasan atau balas dendam. Sebisanya makan dan minum sebanyak-banyaknya, setelah berpuasa belasan jam lamanya. Tak jarang, ada saja makanan atau minuman yang tersisa setelahnya.
Seminggu menjelang lebaran, banyak supermarket, mal, juga toko online memberikan promo, diskonan atau potongan harga. Berhubung sudah terima THR, tanpa ragu tak sedikit barang-barang yang kita masukkan ke keranjang belanja. Baju, celana, nastar, putri salju, dan yang lainnya.
Padahal, belum tentu barang-barang tersebut dibutuhkan saat itu juga. Kadang baru tepakai beberapa minggu atau bulan setelahnya. Bahkan kadang tak terpakai sama sekali, lalu teronggok begitu saja di lemari.
Kita semua tentunya sudah mengerti, semengerti-mengertinya. Makan atau belanja itu seperlunya saja. Namun kadang lupa diri. Lapar mata dan kalap belanja, untuk memuaskan keinginan. Baru setelahnya sadar, jika kekhilafan telah dilakukan. Namun tetap saja memaafkan diri sendiri, sambil berkata dalam hati: biarin aja, toh pake duit sendiri!
Padahal jika kita mau berpikir lebih jauh, kebiasaan makan berlebihan akan menyebabkan masalah kesehatan.
Rasa begah atau tidak nyaman di perut terjadi, karena kita melahap makanan dua kali lipat dari biasanya. Lambung mengembang, kita pun menjadi tak nyaman. Kalau sudah begini, mau melakukan aktivitas jadi ogah-ogahan. Mau ngerjain ini malas, ngerjain itu juga malas.
Karena labung penuh terisi, maka makanan bisa kembali naik ke kerongkongan. Istilah kedokterannya yaitu Gerd (gastroesophageal reflux disease), yang gejalanya berupa heartburn atau nyeri di bagian ulu hati. Rasa panas seperti terbakar muncul di dada dan kadang naik ke leher.
Sebulan berpuasa, seharusnya badan menjadi lebih ramping. Namun yang terjadi sebaliknya, karena seringnya makan berlebihan saat berbuka puasa. Jarum timbangan bergerak ke kanan, karena kelebihan berat badan. Cita-citanya pengen punya bodi ideal, tapi hobinya banyak makan. Maaf, nggak bermaksud body shaming.
Demikian juga dengan berbelanja barang berlebihan, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Hanya karena tergiur besarnya diskon, kita menjadi kurang mengontrol diri.
Saat ini banyak orang punya kartu kedit. Tinggal gesek saja untuk membayar belanja. Tahu-tahu tagihan utang melonjak di bulan berikutnya. Kalau sudah begini, pusing kepala jadinya.
Karena berbelanja berlebihan, bukan tidak mungkin kita akan kehabsan uang di pertengahan bulan. Padahal, waktu gajian masih lama lagi. Kalau sudah begini, pusing kepala jadinya. Maaf, kalimat terakhir copy paste paragraf di atasnya.
Yang lebih bahaya lagi, kebiasaan belanja berlebihan bisa merusak rumah tangga. Karena uang habis di tengah bulan, suami istri bisa terlibat pertengkaran. Ribut setiap hari, sampai malu didengarkan tetangga kanan kiri. Semoga hal ini tak terjadi di keluarga kompasianer semua, semoga keluarga kita bahagia selamanya. Yang setuju sama-sama katakan amin!
Nah, kita tahu bahayanya lapar mata dan kalap belanja. Lantas, bagaimana cara mengantisipasi agar terhindar dari kebiasaan makan dan belanja secara berlebihan?
Simpel saja caranya. Intinya pengendalian diri, begitu kata pak ustadz di tivi. Makanlah dan bebelanjalah secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan, bukan keinginan. Hindari lapar mata lalu kalap belanja, meski belinya pakai uang kita sendiri.