Mudik, Rindu yang Harus Dituntaskan dan Budaya (Bukan) Pamer
MUDIK YANG SELALU DINANTI
Meskipun teknologi komunikasi seperti video call, Zoom, Google Meet, dan yang lain mampu mempertemukan anggota keluarga dan kerabat yang hidup berjauhan, bisa dipastikan sampai mudik masih dinantikan jutaan manusia Indonesia. Terlalu banyak peristiwa yang bisa berlangsung selama pulang ke desa. Bukan hanya permintaan maaf kepada orang tua dan kerabat, tetapi juga perjumpaan dengan kawan dari masa kecil dan remaja. Semua itu memberikan makna kultural yang mendalam.
Dari uraian singkat di atas, setidaknya kita bisa menemukan beberapa makna kultural dari tradisi mudik. Pertama, mudik merupakan momen tahunan untuk terus memupuk cinta dan ikatan dengan orang tua dan kerabat di desa.
Silaturahmi yang berlangsung merupakan medium untuk terus memperbarui ikatan sehingga relasi dengan orang tua dan kerabat akan terus menjadi energi yang menggerakkan banyak hal positif.
Kedua, mudik bisa menjadi aktivitas untuk menebarkan inspirasi keberhasilan dan kesuksesan dalam hal pekerjaan ataupun pendidikan kepada kerabat dan kawan di desa. Meskipun kesuksesan seringkali dimaknai dengan mobil, tetapi makna sejatinya terletak pada bagaimana orang memandang kegigihan individu tertentu dalam bekerja sehingga mereka bisa membeli mobil. Kalaupun ada yang menyewa mobil rentalan, toh itu tidak akan ditanyakan oleh kerabat dan penyewa juga membutuhkan biaya.
Mungkin suatu saat mereka memutuskan untuk menabung alih-alih merental mobil setahun sekali. Artinya, mobil rental tidak harus dipermasalahkan atau dimaknai negatif. Masing-masing individu memiliki proses dan perjuangan ekonomi yang tidak sama.
Kemampuan untuk merental dan membeli mobil merupakan tahapan kehidupan dan perjuangan ekonomi yang wajar dilakoni oleh individu yang memang tidak memiliki warisan milyaran rupiah.
Ketiga, pertemuan dengan sahabat ketika masa kecil dan remaja melalui temu kangen/reuni merupakan momen untuk membekukan kenangan masa lalu sekaligus memroduksi energi untuk solidaritas persahabatan. Energi tersebut menjadi modal kultural untuk terus peduli dan empati terhadap permasalahan yang dihadapi oleh sahabat dari masa kecil dan remaja.
Mudik, dengan segala riuh dan perjuangannya, sejatinya merupakan tradisi baik untuk terus mengembangkan silaturahmi sebagai wujud hubungan antarmanusia (hablum minanas).
Niatan yang baik untuk terus menjalankan ibadah sosial tersebut bisa menjadi kekuatan untuk terus menebar kebaikan sesama manusia dan mengurangi hal-hal negatif yang mungkin saja bisa terjadi.
Content Competition Selengkapnya
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!