Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Dosen

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Artikel Utama

Prepekan, Belanja Menjelang Lebaran dan Geliat Ekonomi Desa

1 Mei 2022   13:10 Diperbarui: 1 Mei 2022   15:52 1839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prepekan, Belanja Menjelang Lebaran dan Geliat Ekonomi Desa
Suasana tempat parkir di Pasar Sugio selama prepekan. Dokumentasi pribadi

Namun, kita juga tidak bisa melarang warga muslim merayakan kemenangan dalam gaya dan bahasa mereka. Tidak ada yang salah dengan menyuguhkan makanan terbaik untuk keluarga dan kerabat, karena itu merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka yang bersilaturahmi, apalagi yang sudah lama tidak berjumpa. Toh, makanan yang dihidangkan akan disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing keluarga. 

Lalu lalang pembeli di area penjual makanan di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Lalu lalang pembeli di area penjual makanan di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Jadi, yang dimaksudkan makanan terbaik tidak harus dimaknai mahal. Warga desa bisa mengukur kepatutan ekonomi dan kesesuaian makanan istimewa yang bisa mereka hidangkan. Sementara, bagi mereka yang kurang mampu, panitia amil zakat sudah memberikan jatah beras atau uang yang bisa digunakan untuk memasak hidangan sesuai dengan kebutuhan keluarga mereka.  

Begitupula tentang pakaian. Warga pasti sudah bisa mengukur harus membeli pakaian harga berapa. Tidak harus memaksakan untuk membeli pakaian dengan harga mahal kalau tidak cukup uang. Pakaian bagus dan pantas tidak harus berharga mahal. Manusia-manusia desa sudah lama bersiasat untuk memenuhi kebutuhan lebaran dengan menyesuaikan kekuatan finansial mereka. 

Bagi warga yang kurang mampu, biasanya akan diberi pakaian oleh warga lain yang secara ekonomi mampu. Inilah mekanisme perayaan yang tetap mengedepankan nilai luhur hablum minanas.

Dari tradisi prepekan kita jadi tahu bagaimana warga muslim di desa memaknai perayaan Idulfitri dengan riang gembira. Apa yang perlu diingatkan secara terus-menerus oleh para guru ngaji di desa adalah menghindari hutang berlebih untuk memenuhi kebutuhan makanan-minuman dan pakaian selama merayakan lebaran. 

Karena besarnya hutang akan menjadikan kegembiraan dalam merayakan hari yang fitri tercampuri perasaan khawatir akan hutang. 

Di sinilah, para warga muslim yang lebih mampu dituntut untuk mengembangkan "tauhid sosial", mengimplementasikan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT dengan membantu umat yang membutuhkan secara ekonomi.

GELIAT EKONOMI DESA

Penuh sesaknya pasar kecamatan di Lamongan dengan warga yang hendak berbelanja menandakan geliat ekonomi desa yang tidak bisa dianggap remeh. 

Kemampuan warga desa untuk membeli kebutuhan lebaran merupakan sinyal bahwa kondisi ekonomi mereka sedang baik. Bagusnya hasil pertanian seperti padi dan hasil perikanan seperti ikan laut dan ikan tambak tahun ini menjadikan mereka memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk transaksi ekonomi.

Begitupula dengan kedatangan warga yang bekerja para penjual soto dan pecel lele Lamongan di kota-kota besar Indonesia atau yang berprofesi lain tidak bisa diremehkan kontribusinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun