Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Dosen

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Artikel Utama

Prepekan, Belanja Menjelang Lebaran dan Geliat Ekonomi Desa

1 Mei 2022   13:10 Diperbarui: 1 Mei 2022   15:52 1839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prepekan, Belanja Menjelang Lebaran dan Geliat Ekonomi Desa
Suasana tempat parkir di Pasar Sugio selama prepekan. Dokumentasi pribadi

Pasar Kecamatan Sugio, Lamongan, 1 Mei 2022, jam 07.00 WIB. Saya mengantar istri berbelanja untuk membeli beberapa kebutuhan dapur untuk persiapan lebaran. Suasana pasar begitu ramai, bahkan cenderung sesak di beberapa bagian, seperti lapak penjual bahan makanan dan minuman. 

Entah berapa jumlah motor yang diparkir oleh petugas, sampai-sampai mereka harus mencari tempat baru untuk memarkir kendaraan orang-orang yang hendak berbelanja. Suara tawar-menawar di lapak-lapak pedagang menjadi orkestra yang terdengar begitu merdu, meskipun sejatinya mewujud gemuruh.

Warga Lamongan dan mayoritas etnis Jawa menyebut tradisi belanja menjelang Idulfitri prepekan. Aktivitas belanja ini biasanya dilakukan H-3 hingga H-1 Idulfitri. Warga membeli bahan-bahan makanan untuk membuat hidangan di meja, seperti daging sapi, daging ayam, dan keperluan bumbu dapur. 

Mereka ingin menghidangkan makanan istimewa untuk anggota keluarga dan kerabat yang bersilaturahmi. Selain itu, makanan dalam toples, biskuit dalam kaleng, aneka jenis kacang tanah goreng dan sangrai, dan jajan buatan pabrik lainnya, tidak luput dari incaran warga. Tidak lupa pula, aneka minuman seperti sirup, teh kemasan, jus kemasan, dan air mineral dibeli untuk melengkapi meja di ruang tamu.

Warna-warni dan model pakaian baru buatan pabrik tidak lepas dari incaran para pembeli. Meskipun banyak kaum muda yang memilih untuk membeli pakaian di mall atau toko-toko busana di kota Lamongan, tidak sedikit pula yang membeli di pasar kecamatan. 

Memilih pakaian di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Memilih pakaian di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Tidak ada dan tidak perlu rasa malu membeli pakaian di lapak-lapak pasar, karena apa yang terpenting adalah bisa mengenakan pakaian baru ketika berjumpa dengan banyak kerabat dan tetangga dalam ajang kluputan, silaturahmi untuk saling meminta maaf. Mengenakan baju baru bisa memberikan kesan percaya diri ketika harus berjabat tangan dengan kerabat dan tetangga.

Tidak seperti dua tahun sebelumnya, lebaran tahun ini terasa istimewa karena pemerintah sudah melonggarkan aturan protokol kesehatan terkait Covid-19. Akibatnya, warga tumpah ruah memenuhi pasar-pasar kecamatan di seluruh Lamongan. 

Bagi masyarakat, merayakan hari raya tanpa membuat makanan enak, sesederhana apapun, terasa kurang afdol. Begitupula dengan pakaian yang akan dikenakan sewaktu sholat Ied dan halal bi halal tidak pantas kalau tidak baru.

Mungkin ada yang menganggap tradisi tersebut sebagai pemborosan karena warga masyarakat harus mengeluarkan uang yang cukup banyak hanya untuk makanan, minuman, dan pakaian. Tradisi inilah yang ditangkap oleh pihak industri untuk menyediakan bermacam keperluan makanan, minuman, dan pakaian ketika lebaran. 

Mereka mengkomodifikasi kebiasaan masyarakat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan, ada yang mengkhawatirkan warga terjebak dalam tradisi pamer yang bisa memperlebar jurang si kaya dan si miskin. Tentu saja, cara pandang demikian sah-sah saja.

Namun, kita juga tidak bisa melarang warga muslim merayakan kemenangan dalam gaya dan bahasa mereka. Tidak ada yang salah dengan menyuguhkan makanan terbaik untuk keluarga dan kerabat, karena itu merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka yang bersilaturahmi, apalagi yang sudah lama tidak berjumpa. Toh, makanan yang dihidangkan akan disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing keluarga. 

Lalu lalang pembeli di area penjual makanan di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Lalu lalang pembeli di area penjual makanan di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Jadi, yang dimaksudkan makanan terbaik tidak harus dimaknai mahal. Warga desa bisa mengukur kepatutan ekonomi dan kesesuaian makanan istimewa yang bisa mereka hidangkan. Sementara, bagi mereka yang kurang mampu, panitia amil zakat sudah memberikan jatah beras atau uang yang bisa digunakan untuk memasak hidangan sesuai dengan kebutuhan keluarga mereka.  

Begitupula tentang pakaian. Warga pasti sudah bisa mengukur harus membeli pakaian harga berapa. Tidak harus memaksakan untuk membeli pakaian dengan harga mahal kalau tidak cukup uang. Pakaian bagus dan pantas tidak harus berharga mahal. Manusia-manusia desa sudah lama bersiasat untuk memenuhi kebutuhan lebaran dengan menyesuaikan kekuatan finansial mereka. 

Bagi warga yang kurang mampu, biasanya akan diberi pakaian oleh warga lain yang secara ekonomi mampu. Inilah mekanisme perayaan yang tetap mengedepankan nilai luhur hablum minanas.

Dari tradisi prepekan kita jadi tahu bagaimana warga muslim di desa memaknai perayaan Idulfitri dengan riang gembira. Apa yang perlu diingatkan secara terus-menerus oleh para guru ngaji di desa adalah menghindari hutang berlebih untuk memenuhi kebutuhan makanan-minuman dan pakaian selama merayakan lebaran. 

Karena besarnya hutang akan menjadikan kegembiraan dalam merayakan hari yang fitri tercampuri perasaan khawatir akan hutang. 

Di sinilah, para warga muslim yang lebih mampu dituntut untuk mengembangkan "tauhid sosial", mengimplementasikan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT dengan membantu umat yang membutuhkan secara ekonomi.

GELIAT EKONOMI DESA

Penuh sesaknya pasar kecamatan di Lamongan dengan warga yang hendak berbelanja menandakan geliat ekonomi desa yang tidak bisa dianggap remeh. 

Kemampuan warga desa untuk membeli kebutuhan lebaran merupakan sinyal bahwa kondisi ekonomi mereka sedang baik. Bagusnya hasil pertanian seperti padi dan hasil perikanan seperti ikan laut dan ikan tambak tahun ini menjadikan mereka memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk transaksi ekonomi.

Begitupula dengan kedatangan warga yang bekerja para penjual soto dan pecel lele Lamongan di kota-kota besar Indonesia atau yang berprofesi lain tidak bisa diremehkan kontribusinya. 

Pendapatan mereka yang membaik seiring pulihnya kondisi dari Covid-19, bisa jadi mendorong mereka untuk berbelanja lebih di pasar ataupun tempa-tempat perbelanjaan di kota. Transaksi yang mereka lakukan akan memberi pemasukan tidak sedikit kepada para pedagang.  

Kawasan penjual daging di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi
Kawasan penjual daging di Pasar Sugio. Dokumentasi pribadi

Para pedagang di pasar pun bisa memberikan tambahan rezeki kepada buruh mereka. Apa yang tidak kalah penting adalah meningkatnya pendapatan daerah dari setiap transaksi ekonomi yang berlangsung. Itulah mengapa pemerintah kabupaten Lamongan selalu menyambut hangat kedatangan para penjual soto dan pecel lele.

Mata rantai ekonomi dari tradisi prepekan, lebih jauh lagi, menandakan dinamika ekonomi yang beranjak membaik setelah pulihnya masyarakat dari pandemi. Orang-orang tidak takut lagi untuk keluar rumah untuk bekerja ataupun melakukan aktivitas produktif lainnya. Ketika memiliki tabungan,  mereka pun tanpa takut dan ragu membelanjakannya untuk kebutuhan lebaran. 

Lalu-lintas finansial yang lahir dari tradisi prepekan, dengan demikian, menjadi indikator semakin baiknya pertumbuhan ekonomi secara regional dan nasional. 

Kontribusi pajak dari proses transaksi ekonomi bisa memperbesar pemasukan untuk pemerintah yang bisa berdampak positif terhadap ketahanan ekonomi nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun